Drama Korea Selatan (drakor) yang berjudul Extraordinary Attorney Woo sedang banyak dibicarakan di media sosial. Banyak orang yang terpikat oleh kisah hidup dan romansa seorang pengacara pintar yang memiliki keterbelakangan mental bernama Woo Young Woo. Belum lagi lawan mainnya yaitu Lee Jun-ho yang dimainkan oleh aktor Kang Tae-oh.
Selain menunjukkan kisah yang mengharukan dan menggemaskan, drakor ini mengajarkan banyak hal seperti sistem hukum, sistem peradilan, dan berbagai kasus hukum yang umum terjadi di Korea Selatan. Drama berseri ini juga menyuguhkan bagaimana Young Woo menyelesaikan permasalahan kasus hukum dengan berpikir kritis dan analogis.
Tahukah kamu? Indonesia sesungguhnya memiliki sistem pemerintahan yang sama dengan Korea Selatan. Keduanya sama-sama negara dengan bentuk republik dan memiliki pembagian kekuasaan pemerintahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, Indonesia dan Korea Selatan memiliki sistem hukum yang berbeda. Indonesia menganut Civil Law, sedangkan Korea Selatan menganut Inquisitorial Civil Law.
Apa yang membedakan sistem hukum Indonesia dengan Korea Selatan? Bagaimana proses persidangan berjalan di negeri ini dan negeri ginseng tersebut? Simak jawabannya di bawah ini.
Sistem Hukum Indonesia
Sebelum mengulas perbedaan sistem peradilan di Indonesia dan Korea Selatan, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana sistem peradilan di Indonesia. Sistem peradilan Indonesia digolongkan sebagai sistem kontinental (Civil Law) yang memiliki 3 (tiga) karakteristik yakni kodifikasi, peradilan yang bersifat inkuisitorial, dan dalam keberlangsungannya menganut sistem campuran.
- Kondifikasi
Kodifikasi maksudnya adalah hakim yang tidak terikat pada preseden sehingga peraturan perundang-undangan menjadi sumber hukum utama dalam menegakkan perkara, dan peradilan yang bersifat inkuisitorial. - Inkuisitorial
Inkuisitorial di sini berarti bahwa putusan hakim adalah yang tertinggi dalam memutus suatu perkara. Hal ini menjadikan putusan hakim adalah pemegang utama dalam memutus perkara. - Sistem Hukum Campuran
Dalam keberlangsungannya, Indonesia menganut sistem hukum campuran yakni sistem hukum Civil Law, sistem hukum adat, dan sistem hukum islam.
Perbedaan Sistem Persidangan Indonesia dan Korea Selatan
Korea Selatan memiliki sistem hukum Inquisitorial Civil Law. Sistem ini merupakan percampuran antara sistem hukum Jepang dengan Amerika Serikat. Penerapan sistem kontinental atau Civil Law di Korea Selatan terjadi akibat Jepang yang menjajah negara tersebut.
Dalam perjalanan negara ini, ada interaksi yang kuat antara Korea Selatan dengan Amerika Serikat yang memberikan perlindungan secara militer. Interaksi tersebut kemudian memberikan implementasi sistem hukum Amerika Serikat yakni sistem juri (sistem partisipatif) dalam peradilan pidana pada 2008.
Sistem Juri atau Partisipatif
Berdasarkan pengertiannya, sistem juri adalah partisipasi masyarakat awam dalam proses peradilan, dengan tujuan mewujudkan putusan yang dirasa adil oleh masyarakat.
Hal ini dapat kita lihat di dalam drama Extraordinary Attorney Woo pada episode 9 yang berjudul Pied Piper. Korea Selatan menggunakan sistem juri dalam persidangan pidana kasus Mr. Bang Gu-Ppong yang menjadi tersangka dalam kasus penculikan anak-anak.
Ada sejumlah masyarakat awam (para juri) di dalam persidangan yang menentukan apakah Mr. Bang bersalah atau tidak. Karena penentuan ini, jaksa penuntut dan Attorney Woo sebagai perwakilan Mr. Bang tidak hanya berusaha untuk meyakinkan hakim, namun juga juri-juri tersebut yang dipanggil oleh hakim.
Jika merujuk pada pengaturan di Indonesia, tidak ada aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) bahwasannya sistem juri digunakan oleh Indonesia untuk memutus perkara. Hal ini dikarenakan Indonesia masih tetap mendominankan sistem Civil Law yakni kepastian hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
Implementasi putusan perkara sebagai putusan hakim berbunyi di dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP yang menegaskan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka. Selain itu, juga tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) bahwa putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
Peradilan Perdata
Selain peradilan pidana, Indonesia dan Korea Selatan juga memiliki peradilan perdata yang sama pentingnya dengan peradilan pidana. Peradilan perdata di Korea Selatan menerapkan asas preseden, yakni putusan perkara terdahulu dapat berpengaruh kepada penyelesaian perkara perdata yang akan datang. Contohnya, jika ada kasus penipuan tahun ini yang mirip dengan kasus penipuan yang terjadi pada tahun 2005, putusan yang terjadi pada kasus tahun 2005 akan mempengaruhi putusan kasus yang terjadi sekarang. Hal ini disebut sebagai doctrine of stare decisis.
Namun, doctrine of stare decisis ini tidak dianut atau dikedepankan. Perundang-undangan yang berlaku tetap akan didahulukan sebagai dasar dari putusan. Sama halnya dengan Indonesia yang juga menganut asas preseden tanpa menjadikan asas tersebut terikat, tetapi tetap mengedepankan peraturan perundang-undangan yang berlaku terlebih dahulu.
Jadi itulah perbedaan dari sistem hukum dan peradilan di Indonesia dan Korea Selatan, Sobat Perqara. Meskipun memiliki sistem hukum yang sama, Indonesia dan Korea Selatan ternyata punya perbedaan pada penerapan di dalam persidangan, terutama mengenai penyelesaian perkara. Korea Selatan menganut sistem juri, sedangkan Indonesia tidak mengenal sistem tersebut.
Suka pembahasan seru seperti ini dalam bentuk interaktif seperti video? Follow Instagram Perqara, ya!
Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 1.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi Hukum Gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Baca juga: Mengenal Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata
Dasar Hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Referensi
- Fajar Nurhardianto, “Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia”, Jurnal TAPIs Vol. 11 No.1 (2015), hal. 36.
- Sofyan Wimbo Agung Pradnyawan, “Transplantasi Sistem Peradilan Jury Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol. 5, No.1 (2017), hal. 22.
- Nurhadi, “Himpunan Makalah, Artikel dan Rubrik yang Berhubungan Dengan Masalah Hukum dan Keadilan Dalam Varia Peradilan Ikahi Mahkamah Agung Republik Indonesia”, Perpustakaan dan Layanan Informasi Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2011, hal. 46.