Saat membeli rumah atau memperoleh tanah, banyak orang hanya fokus pada harga jualnya tanpa menyadari ada pajak yang harus dibayar, salah satunya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak ini menjadi kewajiban bagi siapa saja yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, baik melalui jual beli, hibah, warisan, maupun putusan pengadilan. Namun, bagaimana cara menghitung BPHTB yang benar? Berapa besarannya? Bagaimana prosedur pembayarannya? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
Baca juga: Prosedur Pembuatan Akta Notaris Anti Ribet
Apa itu BPHTB?
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak ini bersifat perorangan maupun badan yang memperoleh hak tersebut. BPHTB diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU No. 28 Tahun 2009”) dan Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“UU No. 20 Tahun 2000”). Mengenai tarif BPHTB dan ketentuan secara lebih rinci diatur dalam peraturan daerah masing-masing.
Baca juga: Fungsi Notaris dan PPAT Dalam Proses Jual Beli Tanah
Kapan BPHTB dikenakan?


BPHTB dikenakan pada saat terjadi perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu ketika seseorang atau badan memperoleh hak atas tanah dan bangunan melalui berbagai cara, seperti:
- Jual beli
- Tukar menukar
- Hibah dan hibah wasiat
- Warisan
- Pemasukan dalam Perseroan/badan hukum
- Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
- Penunjukan pembeli saat lelang
- Peralihan hak akibat putusan pengadilan
- Penggabungan, peleburan, pemekaran badan usaha
- Hadiah
Baca juga: Contoh Surat Kuasa Jual Beli Tanah
Subjek dan objek BPHTB
Berikut merupakan subjek dan objek BPHTB.
- Subjek BPHTB
subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan secara hukum.
- Objek BPHTB
Objek yang dikenakan BPHTB antara lain:
- Jual beli;
- Tukar menukar;
- Hibah;
- Hibah wasiat;
- Warisan;
- Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
- Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
- Penunjukan pembeli saat lelang;
- Peralihan hak akibat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Penggabungan, peleburan, pemekaran badan usaha;
- Hadiah.
Adapun jenis hak dasar yang menjadi objek BPHTB meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.
Baca juga: Informasi Lengkap Tentang Akta Jual Beli (AJB)
Cara menghitung BPHTB


BPHTB dihitung berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), lalu dikalikan dengan tarif pajak.
Rumus Perhitungan BPHTB:
BPHTB = (NPOP− NPOPTKP) × Tarif BPHTB |
- NPOP = Harga transaksi atau NJOP (jika harga transaksi lebih rendah dari NJOP)
- NPOPTKP = Nilai bebas pajak yang ditetapkan pemerintah daerah (bisa berbeda di setiap wilayah)
- Tarif BPHTB = Maksimal 5%
Tarif BPHTB berdasarkan UU PDRD sebesar 5 persen, namun tiap masing-masing pemerintah daerah dapat menentukan besar tarifnya dengan tidak melebihi batas yang ditetapkan undang-undang.
Baca juga: Apa Sih Perbedaan SHM Dengan Sertifikat Lainnya?
Syarat dan dokumen untuk pembayaran BPHTB
Apabila akan melakukan pembayaran BPHTB, maka harus memenuhi persyaratan dan menyiapkan sejumlah dokumen serta dokumen pendukung sesuai dengan kategori perolehan hak (jual beli, warisan, hibah, dll). Dokumen-dokumen tersebut diantaranya adalah:
- Dokumen umum
- Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB;
- Fotokopi Surat Penagihan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang bersangkutan;
- Fotokopi KTP wajib pajak;
- Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau struk ATM bukti pembayaran PBB; dan
- Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik).
- Dokumen pendukung
Merupakan dokumen tambahan sesuai dengan jenis perolehan hak, yakni sebagai berikut:
- Jual beli: Fotokopi Akta Jual Beli dari PPAT.
- Hibah: Fotokopi Kartu Keluarga atau Surat Keterangan Hubungan Keluarga, Fotokopi Akta Hibah dari PPAT.
- Warisan: Fotokopi Kartu Keluarga, Fotokopi Surat Keterangan Waris.
- Putusan Pengadilan: Salinan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
- Penggabungan/Pemekaran Usaha: Fotokopi Akta Perubahan Perusahaan.
Baca juga: Urus Sertifikat Tanah Bisa Gratis, Apa Saja Syaratnya?
Prosedur pembayaran BPHTB
Mengurus BPHTB bisa lebih mudah apabila dilakukan secara online melalui e-BPHTB. Masing-masing pemerintah daerah memiliki situs layanan BPHTB elektronik. Prosedur pembayarannya adalah sebagai berikut:
- Buka laman e-BPHTB dan lakukan pendaftaran terlebih dahulu.
- Kemudian log in pada sistem e-BPHTB dengan akun Anda pada pilihan menu “Wajib Pajak/Retribusi” atau “PPAT” yang sesuai.
- Masukkan NOP PBB-P2 yang akan ditransaksikan BPHTB-nya. Maka sistem akan melakukan pengecekan tagihan PBB-P2.
- Isi form SSPD BPHTB elektronik dengan mengisikan data berikut:
- Nama dan NIK wajib pajak pribadi atau NPWP Badan;
- Alamat sesuai KTP atau domisili usaha;
- Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD) PBB-P2;
- Jenis perolehan hak tanah dan/atau bangunan;
- Nomor sertifikat atau nomor keputusan kepala kantor pertanahan (untuk perolehan hak baru);
- Harga transaksi penjualan dan pembelian, nilai pasar, atau nilai lelang; dan
- Luas tanah atau bangunan, NJOP tanah dan bangunan per meter persegi.
Apabila tidak ada tagihan PBB-P2, isikan form SSPD BPHTB, kemudian pada bagian perhitungan BPHTB, pilih permohonan pelayanan tanpa pemotongan.
- Pilih metode pembayaran dan Anda akan mendapatkan kode bayar.
- Bayarkan kode tersebut melalui bank yang bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.
- Isi form “Tambah Permohonan Pelayanan” dan unggah dokumen AJB yang sudah ditandatangani dan ada tanggal AJB.
- berikutnya, dokumen SSPD BPHTB Elektronik Terlaporkan bisa dicetak.
- Petugas Bapenda akan melakukan verifikasi terhadap SSPD BPHTB secara elektronik dalam waktu 30 hari.
- Maka, SSPD BPHTB elektronik terverifikasi dapat dicetak dan proses pengurusan BPHTB pun selesai.
Baca juga: Perbedaan Akta Tanah dan Sertifikat Tanah: Panduan Lengkap dan Jelas
Pengecualian dan pembebasan BPHTB
Ada beberapa objek yang dikecualikan dari objek BPHTB, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Kantor Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara negara, dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah provinsi.
- Oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
- Untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
- Untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
- Oleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
- Oleh orang pribadi atau badan karena wakaf.
- Oleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
- Untuk masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (berdasarkan keputusan gubernur).
Baca juga: Solusi Sertifikat Tanah Hilang
Tips mengurus BPHTB dengan cepat dan tepat
Mengurus BPHTB bisa menjadi proses yang memakan waktu jika tidak dipersiapkan dengan baik. Berikut adalah beberapa tips agar mengurus BPHTB bisa lebih cepat dan tepat.
- Pastikan dokumen lengkap sebelum mengajukan.
- Hitung BPHTB dengan benar.
- Gunakan layanan online jika tersedia.
- Pilih bank resmi yang direkomendasikan untuk pembayaran.
- Cek adanya kemungkinan pembebasan pajak.
- Gunakan jasa Notaris/PPAT yang berpengalaman apabila perlu.
- Jangan menunda proses pembayaran agar tidak dikenakan denda.
Baca juga: Pahami Peran dan Tanggung Jawab Notaris untuk Mencegah Penipuan Notaris
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Pertanahan, Perqara telah menangani lebih dari 1.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan pajak, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Pengusaha Wajib Tahu Akta Pendirian Perusahaan
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
- Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 yang diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Referensi
- Bapenda Jakarta, “Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan” diakses pada 26 Maret 2025 pukul 11.25 WIB, (https://bapenda.jakarta.go.id/jenis/bea-perolehan-hak-atas-tanah-d).
- DJKN Kemenkeu, “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Lelang”, diakses pada 26 Maret pukul 13.15 WIB, (https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-kendari/baca-artikel/13403/Bea-Perolehan-Hak-atas-Tanah-dan-Bangunan-BPHTB-Dalam-Lelang.html).
- E-BPHTB Jakarta, diakses pada 26 Maret 2025 pukul 13.42 WIB, (https://ebphtb.jakarta.go.id/).
- Pajakku, “E-BPHTB: Solusi Mengurus BPHTB Secara Online”, diakses pada 27 Maret 2025 pukul 10.49 WIB, (https://artikel.pajakku.com/e-bphtb-solusi-mengurus-bphtb-secara-online/).