Seseorang yang melakukan suatu tindakan pidana tentu telah melanggar peraturan perundang-undangan dan patut untuk diberikan sanksi sesuai dengan tindakan tersebut. Akan tetapi, hal ini dikecualikan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana atas dasar pembelaan diri.

Oleh karenanya, pembelaan diri tidak bisa disamakan dengan seseorang yang memiliki intensi dan berniat untuk melakukan tindak pidana. Dalam aturan hukum yang berlaku, pembelaan diri telah diatur sedemikian rupa yang dianggap sebagai hak yang dimiliki oleh seluruh masyarakat. Untuk mengetahui lebih jelas, artikel ini akan menjabarkan secara rinci seputar aturan dan batasan dalam melakukan pembelaan diri.

Apa Itu Pembelaan Diri? 

Pembelaan diri dapat diartikan sebagai salah satu hak yang dimiliki tiap-tiap individu dan kewajiban yang diberikan Undang-Undang kepada setiap orang untuk dapat memelihara keselamatan hidupnya, baik keselamatan jiwa, harta, benda, dan juga kehormatannya. Dari pengertian ini, sederhananya seseorang memiliki naluri untuk mempertahankan harta benda, kehormatannya, serta dirinya sendiri atau orang lain dari segala ancaman yang datang atau saat itu terjadi yang melawan hukum.

Naluri yang dimiliki seseorang untuk melindungi dirinya dari kejahatan yang melawan hukum tanpa disadari tindakan perlindungan itu juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melawan hukum. Contohnya seperti membuat luka-luka hingga menghilangkan nyawa orang lain. Maka dari itu, aturan hukum yang berlaku memberikan batasan terhadap penggunaan kata pembelaan itu sendiri agar digunakan sebagaimana mestinya. 

Dasar Hukum Pembelaan Diri 

Aturan hukum yang mengatur mengenai pembelaan diri telah tertuang jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Dalam KUHP, telah dicantumkan klasifikasi terhadap perbuatan yang termasuk dalam alasan pembenar dan alasan pemaaf. Dari pengertian mengenai pembelaan diri yang telah dipaparkan di atas, maka pembelaan diri dapat dikategorikan sebagai alasan pembenar yang dapat dijadikan sebagai dasar dari alasan untuk menghapus pidana. 

Tepatnya pada Pasal 49 KUHP, telah dirumuskan 2 (dua) jenis pembelaan diri dengan bunyi sebagai berikut:

“(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”

Unsur-Unsur Pembelaan Diri Yang Sah

Dari ketentuan pada Pasal 49 KUHP, maka dapat ditarik unsur-unsur yang menjadi penentu bahwa tindakan tersebut termasuk dalam pembelaan diri, yakni:

  1. Adanya suatu tindakan serangan yang menyerang diri;
  2. Serangan itu datangnya tiba-tiba atau suatu ancaman yang kelak akan dilakukan;
  3. Serangan itu melawan hukum;
  4. Serangan itu diadakan terhadap diri sendiri, orang lain, kehormatan diri sendiri, kehormatan diri orang lain, harta benda sendiri, dan harta benda orang lain;
  5. Pembelaan itu bersifat darurat;
  6. Alat yang dipakai untuk membela atau cara membela harus setimpal.

Dari penjelasan di atas, maka batasan yang dapat dikategorikan sebagai pembelaan diri adalah jika memenuhi unsur-unsur tersebut. Dengan memenuhi unsur-unsur itu, maka dapat dikatakan bahwa perbuatan pembelaan diri itu dilakukan secara terpaksa karena untuk mempertahankan diri dari ancaman perbuatan jahat yang dilakukan orang lain.

Pembelaan Diri Yang Melampaui Batas 

Dalam aturan hukum, pembelaan diri yang melampaui batas merupakan alasan penghapus pidana terhadap seseorang yang didakwa melakukan pidana, namun tidak dapat dijatuhi pidana dengan argumentasi bahwa perbuatan tersebut guna menyelamatkan diri dari ancaman bahaya. Hal ini tentunya telah termaktub dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP dengan bunyi:

pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”

Dari aturan tersebut, maka dapat ditarik 3 syarat untuk terpenuhinya tindakan pembelaan diri yang melampaui batas yakni:

  1. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas;
  2. Pembelaan itu yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat;
  3. Pembelaan itu karena terdapat serangan atau ancaman serangan. 

Dari kedua perbuatan pembelaan diri dan pembelaan diri yang terpaksa, maka dapat ditarik benang merah persamaan kedua hal tersebut yakni:

  1. Pembelaan itu harus ada serangan yang bersifat melawan hukum;
  2. Pembelaan itu ditujukan untuk diri sendiri, maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain. 

Selain dari adanya kesamaan, namun kedua perbuatan tersebut memiliki perbedaan yang ada pada keadaan batin seseorang yakni:

  1. Pembelaan diri bersifat keterpaksaan karena hanya perbuatan tersebut yang dapat menghindarkan dirinya dari ancaman bahaya. Sedangkan, pembelaan diri yang melampaui batas, korban (pembuat tindak pidana) mengalami keguncangan jiwa yang hebat sehingga tindakan tersebut bukan bersifat keharusan dan diperlukan.
  2. Pembelaan diri merupakan alasan pembenar yang meniadakan sifat melawan hukum terhadap perbuatan tersebut sehingga seseorang tidak dapat dijatuhi pidana. Sedangkan pembelaan diri yang melampaui batas merupakan alasan pemaaf yang menghapus kesalahan dari pelaku tindak pidana.
  3. Pembelaan diri bersifat objektif sehingga melekat pada perbuatannya bukan pada batin si pelaku. Sedangkan pembelaan diri yang melampaui batas bersifat subjektif sehingga melekat pada diri orang tersebut, khususnya pada sikap batin pada saat akan melakukan perbuatan tindak pidana tersebut.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Kenali Istilah Pembelaan Terpaksa Dalam Hukum Pidana

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Referensi

  1. Tabaluyan, Roy Ronald (2015). “Pembelaan Terpaksa Yang Melampaui Batas Menurut Pasal 49 KUHP”. medianeliti.Lex Crimen Vol. IV, No. 6, 2015. Hal. 32-34.
  2. Putri Salsabila Mutiara Anandiza. “Batasan Pembelaan Diri Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/batasan-pembelaan-diri-berdasarkan-kitab-undang-undang-hukum-pidana/. Diakses pada tanggal 12 Mei 2023.