Kegiatan jual-beli adalah kegiatan yang setiap hari selalu terjadi. Kita yang hendak memenuhi berbagai kebutuhan, tentu saja akan bertransaksi dengan penjual. Bagi umat Muslim, entah sebagai pedagang ataupun pembeli, sangatlah penting untuk memahami proses jual beli yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Bagaimana pengaturan hukum jual beli dalam Islam? Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai hukum jual beli dalam Islam.

Baca juga: Jenis-Jenis Badan Usaha

Pengertian Jual Beli dalam Hukum Islam

Pengaturan mengenai jual beli dalam Hukum Islam bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Dalam Hukum Islam, jual beli adalah gabungan dari kata al-bai’ (menjual) dan syira’ (membeli). Ada keterlibatan aktif antara dua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli atau melakukan pertukaran barang dengan cara tertentu (menggunakan alat tukar atau barter). 

Oleh karenanya, pengertian jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan mendapatkan benda lainnya sebagai gantinya. Hal itu bertujuan mencari keuntungan (laba) dengan jalan yang diperbolehkan oleh syara. Jual beli juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk kerjasama tolong-menolong antar sesama manusia dengan proses tukar menukar harta untuk suatu manfaat yang halal.

Aturan-Aturan Jual Beli Dalam Hukum Islam 

Dasar Hukum Jual Beli Dalam Hukum Islam

Pengaturan mengenai jual beli dalam Hukum Islam bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Selain kedua sumber tersebut, sebetulnya ada satu tambahan lagi yakni Ijma yang merupakan kesepakatan para ulama dalam penentuan suatu hukum yang diambil dari hasil meneliti Al-Quran dan Hadist. Berikut beberapa dasar hukum jual beli dalam Hukum Islam:

Al-Quran

“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” 

Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diperolehnya dahulu (sebelum datang larangan) menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi kembali (mengambil riba), maka mereka itu penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Qs Al Baqarah: 275)

Dalam ayat di atas diterangkan bahwa riba dan jual beli berbeda. Jual beli dihalalkan oleh Allah SWT sedangkan riba diharamkan. 

Hadist

“Nabi SAW pernah ditanya; Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling baik (paling ideal)?, Rasulullah SAW bersabda; Pekerjaan (usaha) seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik” (HR. Bazzar dan Al-Hakim)

Hadist di atas menyatakan bahwa jual beli yang dilakukan secara jujur dan tidak ada khianat maupun dusta merupakan jual beli yang baik.

“Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling ridha (suka sama suka)” (HR. Al-Baihaqi)

Hadist di atas menyatakan bahwa jual beli yang dilakukan harus berdasarkan keinginan dari masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatannya.

Ijma

Dalil kebolehan jual beli menurut ijma’ ulama adalah telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. 

Dari dasar hukum tersebut, jual beli sifatnya mubah yang berarti diperbolehkan asal di dalamnya memenuhi ketentuan yang telah ditentukan dalam jual beli dengan syarat-syarat yang disesuaikan dengan Hukum Islam.

Dasar hukum di atas mendasari penjelasan terkait jenis-jenis, rukun, dan syarat jual beli dalam Hukum Islam yang akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini:

Pembagian Jual Beli Dalam Hukum Islam

Berdasarkan syariat Islam kegiatan jual beli dibagi lagi menjadi 2 macam:

Jual beli yang sah menurut Hukum Islam

  1. Jual beli barang yang dihalalkan;
  2. Lazimnya barang yang diperjual belikan sudah ada wujudnya;
  3. Para pihak telah sepakat melakukan jual beli;
  4. Para pihak memenuhi kesepakatan yang dibuat dalam jual beli.

Jual beli yang batal menurut Hukum Islam

  1. Jual beli barang yang diharamkan;
  2. Jual beli sperma (mani) hewan, terkecuali hewan yang memang sudah disembelih namun belum dibersihkan isinya;
  3. Jual beli dengan perantara (al-wasilat), terkecuali jual beli yang telah dibayar secara sempurna terlebih dahulu barangnya;
  4. Jual beli anak binatang yang masih berada di perut induknya, sebab wujudnya belum ada, maka tidak di perbolehkan;
  5. Jual beli muhaqallah/baqallah, jual beli tanaman yang masih di ladang, kebun, atau sawah yang belum pasti wujudnya. Hal ini masih diragukan dan bisa mengakibatkan ketidakrelaan dari pembeli atau penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar;
  6. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk panen, dilarang sebab masih samar dan dapat dimungkinkan buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk dan lain sebagainya;
  7. Jual beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh-menyentuh, misalnya kain yang sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli;
  8. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar, maksudnya seperti pelelangan barang harga tertinggi mendapatkan barang, hal ini ditakutkan adanya penipuan dan tidak ada ijab dan qabul;
  9. Jual beli muzabanah, yaitu menjual dengan mencampur barang yang berbeda, misalnya beli beras kering yang isinya dicampur antara beras basah dan kering, saat diukur dengan takaran kilo tentu menjadi lebih berat, akibatnya ada ketidakseimbangan takaran barang dengan harga yang justru merugikan pembeli.

Hal ini diperkuat oleh Hadist yang disepakati oleh Bukhari Muslim dari Anas bin Malik r.a, ia berkata: Rasulullah SAW melarang jual beli muhaqallah, mukhadharah, muammasah, munabadzah, dan muzabannah

Barang Yang Diperjual belikan

  1. Jual beli barang yang terlihat

Terdapat barang yang diperjualbelikan di depan mata pembeli dan penjual.

  1. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji

Jika barang yang diperjual belikan perlu pemesanan atau telah berada di gudang penyimpanan, diperbolehkan hanya menyebutkan sifatnya.

  1. Jual-beli barang yang tidak ada

Ini tidak diperbolehkan, sebab barangnya belum jelas. Terkecuali, bagi orang-orang tertentu yang memiliki keahlian penaksiran terhadap barang.

Rukun dan Syarat Sah Jual Beli Dalam Hukum Islam

Rukun Jual Beli Dalam Hukum Islam

Sebelum mengetahui syarat-syarat sah yang perlu diperhatikan dalam jual beli, kita perlu mengetahui terlebih dahulu rukun jual beli, sebagai berikut:

  1. Bisa melalui ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual), merupakan kerelaan (rida/taradhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli; atau
  2. Terdapat 4 hal: (1) Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli); (2) Ada shighat (lafal ijab dan qabul); (3) Ada barang yang dibeli; dan (4) Ada nilai tukar pengganti barang.

Syarat Sah Jual Beli Dalam Hukum Islam

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli, sebagai berikut:

Syarat orang yang berakad

  1. Berakal, transaksi jual beli dilakukan oleh orang yang baligh, sadar, dan tidak gila;
  2. Orang yang melakukan akad berbeda, seseorang tidak dapat bertindak dalam kurun waktu yang bersamaan dengan hal yang sama sebagai penjual sekaligus pembeli.

Syarat yang terkait Ijab dan Qabul

  1. Diperlukan kerelaan dari kedua belah pihak;
  2. Orang yang mengucapkan telah baligh dan berakal;
  3. Qabul sesuai ijab;
  4. Ijab dan qabul dilakukan secara khidmat, penjual dan pembeli sama-sama fokus mengerjakan aktivitas jual belinya dengan tidak melakukan aktivitas lain;
  5. Apabila pelaksanaanya melalui perantara (orang lain atau media elektronik) dapat dianggap sah apabila ijab dan qabul sejalan.

Syarat barang yang boleh diperjual belikan

  1. Barangnya ada, apabila tidak ada penjual harus menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut;
  2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia (halal);
  3. Boleh diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati.

Syarat nilai tukar (harga barang)

  1. Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya;
  2. Boleh diserahkan pada waktu akad, meskipun pembayaran melalui cek atau kartu kredit;
  3. Apabila pembayaran dilakukan dengan cara berutang maka waktu pembayaran harus jelas;
  4. Apabila dilakukan dengan cara barter (barang dengan barang), nilai tukar barang harus halal.

Di samping syarat-syarat yang berkaitan dengan rukun jual beli di atas, ada syarat-syarat jual beli dalam Hukum Islam, antara lain:

  • Syarat sah jual beli
  1. Terhindar dari cacat, kualitas dan kuantitasnya terjamin;
  2. Apabila barang yang diperjual belikan benda bergerak, maka barang boleh langsung dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai oleh penjual, apabila barang tidak bergerak, boleh dikuasai pembeli setelah urusan surat menyuratnya diselesaikan sesuai dengan ‘urf (kebisaan) setempat;
  • Syarat terkait dengan jual beli, baru boleh dilaksanakan apabila yang berakad mempunyai kekuasaan dan kapabilitas untuk melakukan jual beli;
  • Syarat terkait kekuatan hukum akad jual beli, sifat sah dan mengikatnya terjadi apabila terbebas dari khiyar (hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan jual beli), penjual dan pembeli tidak boleh membatalkan hak jual belinya. 

Jika diamati lebih jauh, memang tidak ada perbedaan ataupun pengaruh yang begitu signifikan antara aturan jual beli dalam Hukum Islam dengan Hukum Nasional. Kegiatan jual beli yang umum dilakukan sehari-hari oleh masyarakat kebanyakan sudah didasari oleh Hukum Islam.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Bisnis, Perqara telah menangani puluhan kasus setiap bulannya. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana.

Baca juga: Ketahui Hukum Pernikahan Dini Menurut UU dan Hukum Islam!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Al-Quran
  2. Hadist
  3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Referensi

  1. Kementerian Agama RI, “Data Umat Berdasarkan Agama”. https://data.kemenag.go.id/statistik/agama/umat/agama, diakses pada 22 Mei 2022.
  2. Redaksi Muhammadiyah, “Jual-Beli dalam Islam”. https://muhammadiyah.or.id/jual-beli-dalam-islam/, diakses pada 22 Mei 2022.
  3. Wulandari, “Pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama Kecamatan Watulimo Terhadap Perbedaan Harga Jual Beli Ikan Oleh Pengepul Kepada Nelayan Yang Memiliki Hutang”. Skripsi, Malang: Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Maliki Ibrahim, 2020, hal. 28-29. http://etheses.uin-malang.ac.id/22557/1/16220073.pdf
  4. Shobirin, “Jual Beli dalam Pandangan Islam”, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 3, No. 2 Desember 2015, hal. 253-254.
  5. Ayu Peggyana Putri, “Tradisi Jual Beli Buah Nanas Belum Masa Panen di Desa Suban Baru Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah”. Skripsi, Palembang: Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Fatah, 2019, hal. 20-29. http://repository.radenfatah.ac.id/16229/