Pernahkah Sobat Perqara mendengar kata visum? Salah satu cara membuktikan kesalahan pelaku penganiayaan seperti kekerasan seksual, pengeroyokan, kekerasan dalam rumah tangga, sampai pembunuhan adalah melakukan pemeriksaan visum kepada korban.

Jadi sesungguhnya apa yang dimaksud dengan visum? Bagaimana cara melakukan visum? Berapa kisaran biaya visum yang perlu Anda siapkan? Simak ulasan lengkapnya di bawah ini.

Apa itu Visum?

Visum adalah salah satu alat bukti yang sah berupa laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah untuk membuktikan suatu perkara pidana. Contoh visum adalah laporan tertulis dari pemeriksaan pada korban kekerasan fisik, seksual, mental, dan lain-lain. 

Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) disebutkan bahwa terdapat 5 alat bukti yang sah, yaitu:

  1. Keterangan saksi
  2. Keterangan ahli
  3. Surat
  4. Petunjuk
  5. Keterangan terdakwa

Berdasarkan alat bukti di atas, visum termasuk alat bukti yang sah karena Pasal 187 huruf c KUHAP menyatakan bahwa “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.”

Dalam persidangan, ketika penegak hukum mengalami kesulitan untuk membuktikan sebuah tindak pidana, visum hadir sebagai metode ilmiah yang hasil pemeriksaannya dapat dipertanggungjawabkan secara sah dalam hukum.1 Visum akan menguatkan bukti-bukti bahwa telah terjadi perbuatan kekerasan terhadap korban yang pada fisiknya ada bekas luka dan memar.

Syarat-Syarat Melakukan Visum

Untuk membuat sebuah laporan visum, dibutuhkan beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu:2

  1. Diketik pada kertas yang berkepala surat instansi pemeriksa yang sah;
  2. Bernomor dan bertanggal;
  3. Bagian pembukaan, dicantumkan kata Pro Justitia yang berarti demi keadilan dan dituliskan pada bagian atas kiri sebagai pengganti meterai;
  4. Bagian pendahuluan berisikan: identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat. Lalu terdapat pernyataan dokter dan identitas dokter pemeriksa, identitas peminta visum, wilayah, identitas korban, dan identitas tempat terjadinya perkara;
  5. Ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang pengejaannya baik dan benar;
  6. Tidak diperkenankan memakai singkatan kata;
  7. Tidak boleh menggunakan istilah asing;
  8. Ditandatangani dan diberi nama yang jelas;
  9. Berstempel instansi pemeriksa yang sah;
  10. Penulisan Visum et Repertum (VeR) harus memenuhi ketentuan tertentu sebab dokumen visum akan digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam proses peradilan;
  11. Bagian kesimpulan, visum harus memuat interpretasi yang mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh ahli pembuat visum, dikaitkan dengan tujuan permintaan pembuatan visum tersebut;
  12. Visum harus diberikan dalam bentuk asli kepada penyidik yang meminta visum.

Prosedur dan Cara Melakukan Visum

Berdasarkan pengaturan dalam Pasal 133 KUHAP, prosedur melakukan pemeriksaan visum sebagai berikut:

  1. Penyidik akan meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya untuk menangani korban yang mengalami tindakan kekerasan maupun pembunuhan. Pemeriksaan visum dapat dilakukan jika korban sudah membuat laporan terlebih dahulu ke pihak Kepolisian;
  2. Apabila korban meminta dokter untuk melakukan visum tanpa adanya surat permintaan penyidik, maka dokter hanya dapat mengeluarkan surat keterangan sehat;
  3. Dokumen visum dari keterangan ahli harus dilakukan secara tertulis. Tujuan surat tersebut juga mesti jelas, apakah untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat.
  4. Jika pemeriksaan dilakukan pada mayat, mayat harus diberi label yang bertuliskan identitas mayat, sesuai ketentuan Pasal 133 ayat (3) KUHAP.

Maka dari itu, penting bagi korban untuk terlebih dahulu melaporkan adanya tindakan pidana terhadap dirinya kepada Kepolisian. Hal ini untuk memastikan bahwa korban akan mendapatkan pendampingan dari penyidik dan juga memberikan kewenangan bagi dokter maupun ahli lainnya untuk mengeluarkan surat visum.

Berapa Biaya Pemeriksaan Visum?

Biaya visum korban kekerasan berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp300 ribu dan untuk biaya visum korban pencabulan diperkirakan mencapai Rp700 ribu. 

Namun, Presiden Joko Widodo telah memastikan bahwa biaya ini ditanggung oleh negara. Hal ini didasari oleh Pasal 136 KUHAP yang menyebutkan bahwa semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam bagian Kedua Bab XIV ditanggung oleh negara. Untuk itu, korban harus melaporkan perkara terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan visum.

Jadi, jika Sobat atau keluarga maupun rekan terdekat mengalami tindakan kekerasan, segera lakukan pemeriksaan visum untuk membuktikan adanya suatu tindakan kekerasan yang dilakukan pelaku.

Kekerasan yang Dapat Diperiksa Melalui Visum

Laporan tertulis dari visum dikeluarkan oleh penyedia layanan kesehatan yang didasarkan atas pemeriksaan pada korban kekerasan. Berikut beberapa kekerasan yang dapat diperiksa melalui visum:

  1. Kekerasan fisik

Pada korban yang mengalami kekerasan fisik tentunya dapat melakukan visum untuk mengetahui kondisi fisik akibat kekerasan yang dilakukan oleh pelaku. Pertama, korban akan diperiksa kondisi kesehatan secara umum. Salah satu prosedur yang dilakukan ketika visum berlangsung yaitu memeriksa kondisi kesehatan secara umum saat Anda tiba di layanan penyedia kesehatan. 

Misalnya, apakah korban datang dalam keadaan sadar, namun tampak kebingungan, panik, atau gelisah. Jika korban memerlukan pertolongan darurat akibat luka berat atau kondisi mental yang tak terkendali, petugas wajib memberikan pertolongan. Hal ini dilakukan sebelum melanjutkan visum supaya proses pemeriksaan berjalan lancar. 

Kedua, akan dilakukan pemeriksaan fisik. Setelah itu, visum akan berlanjut dengan menjalani pemeriksaan menyeluruh, seperti tekanan darah, denyut nadi, bukti tindak kekerasan, hingga luka yang tampak pada bagian luar tubuh. Pada pemeriksaan ini biasanya korban ditanya kronologis kejadian agar petugas medis dapat memfokuskan pemeriksaan sesuai dengan kesaksian korban. 

Kemudian, apabila diperlukan, dokter mungkin akan memeriksa luka bagian dalam. Hal ini biasanya dicurigai jika ada cedera pada bagian dalam, patah tulang, atau kehamilan. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bisa meliputi rontgen atau USG. 

Lalu, akan dilakukan analisis forensik. Jika pada tubuh korban masih terdapat jejak DNA pelaku, seperti helai rambut, atau darah, dokter akan melakukan analisis forensik. Pemeriksaan visum ini akan dianalisis di laboratorium untuk memastikan identitas pelaku kekerasan dan dijadikan sebagai alat bukti.

  1. Kekerasan mental atau psikis

Tidak hanya kekerasan fisik, terhadap korban yang mengalami kekerasan mental atau psikis juga dapat dilakukan visum. Korban akan dimintai keterangan terkait kondisi kejiwaannya. Tes visum ini akan dilakukan dengan dokter spesialis kejiwaan. Dengan begitu, tanda-tanda gangguan psikologis, seperti trauma, PTSD, hingga depresi bisa terdeteksi. Setelah seluruh rangkaian tes selesai, dokter akan membuat laporan atau kesimpulan medis berdasarkan hasil yang ditemukan.

  1. Kekerasan seksual

Selain terhadap kekerasan fisik dan psikis, tentunya kekerasan seksual juga dapat diperiksa melalui visum. Korban kekerasan seksual untuk pemerkosaan berjenis kelamin perempuan dapat meminta dokter atau petugas medis perempuan.

Pada kasus kekerasan seksual, terdapat beberapa pemeriksaan medis yang bisa dilakukan untuk visum. Pertama, yaitu pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan, antara lain:

  • Trauma umum (di luar area genital) pada area manapun, seperti luka atau memar pada mulut, payudara, atau paha.
  • Trauma genital pada perineum, selaput dara, vulva, vagina, serviks, atau anus.
  • Benda asing pada tubuh, misalnya noda, rambut, kotoran, ranting.
  • Pemeriksaan dengan lampu Wood atau kolposkopi bila ada. Pemeriksaan dengan lampu Wood bisa mendeteksi semen atau kotoran asing pada kulit. Sementara kolposkopi bisa memeriksa cedera genital halus.

Kedua, yaitu pengumpulan sampel. Beberapa benda atau sampel dari tubuh korban juga akan dikumpulkan, seperti:

  • Kondisi pakaian, misalnya rusak, bernoda, atau terdapat bahan asing.
  • Sampel kecil pakaian, termasuk sampel yang tidak bernoda diberikan pada polisi atau laboratorium.
  • Sampel rambut, termasuk rambut rontok yang menempel pada korban atau pakaian, rambut kemaluan yang dilapisi air mani, dan kulit kepala dan rambut kemaluan korban yang digunting.
  • Semen diambil dari leher rahim, vagina, rektum, mulut, dan paha.
  • Darah diambil dari korban.
  • Sampel kering darah penyerang yang diambil dari tubuh atau pakaian korban.
  • Urine.
  • Sampel air liur.
  • Smear mukosa bukal.
  • Potongan kuku.
  • Spesimen lain, seperti yang ditunjukkan oleh riwayat pemeriksaan fisik.

Kemudian, akan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk visum korban kekerasan seksual, antara lain:

  • Asam fosfatase untuk mendeteksi keberadaan sperma.
  • Suspensi salin dari vagina (untuk motalitas sperma).
  • Analisis semen untuk morfologi sperma dan keberadaan zat golongan darah A, B atau H.
  • Tes serologi dasar untuk sifilis pada korban.
  • Tes dasar untuk infeksi menular seksual lainnya pada korban.
  • Penggolongan darah (menggunakan darah dari korban dan sampel kering dari darah penyerang).
  • Tes urin dan tes kehamilan.
  • Tes lainnya, seperti yang ditunjukkan oleh riwayat atau pemeriksaan fisik.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Bisakah Konsultasi Hukum Gratis? Simak Caranya!

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
  2. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

Referensi

  1. Baskoro, Rangga. Mengenal Proses Visum Sebagai Alat Bukti Kepolisian, Ini Persyaratan Warga untuk Bikin Visum. November 17, 2022. Diakses pada Juni 6, 2022. https://wartakota.tribunnews.com/2019/11/17/mengenal-proses-visum-sebagai-alat-bukti-kepolisian-ini-persyaratan-warga-untuk-bikin-visum.
  2. Afandi, Dedi. Visum et Repertum Tata Laksana dan Teknik Pembuatan. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas, 2017.
  3. Safutra, Ilham. Pemerintah Bakal Tanggung Biaya Visum Korban Kekerasan Khusus Perempuan dan Anak. Januari 10, 2020. Diakses pada Juni 6, 2022. https://www.jawapos.com/nasional/10/01/2020/pemerintah-bakal-tanggung-biaya-visum-korban-kekerasan/.
  4. Rizal Fadli. “Kenali Fungsi dan Cara Visum pada Korban Kekerasan Seksual”. https://www.halodoc.com/artikel/kenali-fungsi-dan-cara-visum-pada-korban-kekerasan-seksual. Diakses pada tanggal 16 Agustus 2023.