Dalam dunia pekerjaan, kesalahan tenaga kerja yang melibatkan pihak eksternal terkadang menjadi permasalahan yang cukup rumit. Contohnya, supir perusahaan yang secara tidak sengaja terlibat dalam kecelakaan lalu lintas hingga menyebabkan korban jiwa. Lantas, apakah pihak perusahaan juga wajib bertanggung jawab atas kesalahan seperti ini? Simak secara lengkap artikel berikut ini.
Baca juga: Lembur Tidak Dibayar? Pahami Sanksi Hukum Perusahaan
Vicarious Liability dan Penerapannya
Vicarious liability adalah suatu konsep pertanggungjawaban seseorang atas kesalahan yang dilakukan orang lain, seperti tindakan yang dilakukan yang masih berada dalam ruang lingkup pekerjaannya. Definisi ini berdasarkan pendapat dari Barda Nawawi Arief. Istilah vicarious liability dalam Bahasa Indonesia disebut dengan tanggung jawab pengganti. Umumnya, doktrin vicarious liability terdapat dalam lingkup perusahaan atau korporasi.
Penggunaan vicarious liability didasari pada hubungan antara master atau principal dengan servant atau agent dan prinsip perbuatan buruh merupakan perbuatan majikan. Ketika terjadi perbuatan melawan hukum, master atau principal dapat menjadi pihak yang bertanggungjawab menggantikan servant atau agent.
Lebih lanjut, penerapan vicarious liability juga mengesampingkan asas hukum pidana “tiada pidana tanpa kesalahan”. Hal ini memiliki arti bahwa vicarious liability tidak bergantung pada apakah perusahaan yang dimaksud telah memperoleh keuntungan secara nyata atau tidak dari perbuatan melawan hukum tersebut, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.
Sementara itu, terdapat dua syarat penting yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk menerapkan doktrin vicarious liability, yaitu:
- terdapat suatu hubungan, dalam hal ini adalah hubungan pekerja dengan perusahaan; dan
- perbuatan yang dilakukan oleh pekerja tersebut harus berkaitan atau masih dalam ruang lingkup pekerjaannya.
Baca juga: Dapat Kerja Sebagai Karyawan Outsourcing? Kenali Hakmu!
Dasar Hukum Vicarious Liability
Pada dasarnya, pengaturan mengenai vicarious liability dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung. Secara konseptual, vicarious liability diatur dalam Pasal 1367 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang yang berada di bawah pengawasannya.
Lebih lanjut, Pasal 1367 dan Pasal 1369 KUHPerdata menjelaskan bahwa pihak-pihak yang dapat dibebani vicarious liability dalam konteks hukum perusahaan adalah:
- majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka;
- kepala tukang atas tukang-tukang yang berada di bawah pengawasannya; dan
- pemilik gedung atau bangunan apabila gedung tersebut runtuh karena kelalaian dalam pemeliharaan atau kekurangan dalam penataan atau pembangunannya.
Sementara itu, pengaturan vicarious liability masih belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Lama). Namun, pengaturan mengenai vicarious liability sudah dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru) yang baru akan berlaku secara penuh pada tahun 2026.
Hal ini dibuktikan dalam Pasal 37 huruf b KUHP Baru yang menjelaskan bahwa seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain. Terkait hal ini, Penjelasan Pasal 37 huruf b KUHP Baru juga memberikan contoh penerapan vicarious liability, seperti untuk pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya.
Secara lebih spesifik, doktrin vicarious liability juga dapat diterapkan dalam kasus tindak pidana korupsi. Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), tindak pidana korupsi oleh korporasi dapat didasarkan oleh tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lainnya.
Berdasarkan pemaparan peraturan perundang-undangan ini, maka dapat dipahami bahwa doktrin vicarious liability dapat diterapkan di Indonesia untuk permasalahan ganti rugi atau denda atas dasar perbuatan melawan hukum.
Baca juga: Pelaku Kejahatan Dapat Terbebas dari Hukuman? Kenali Istilah Penghapusan Pidana!
Contoh Kasus Vicarious Liability
Meskipun penggunaan doktrin vicarious liability masih belum diakomodir dalam KUHP Lama, nyatanya doktrin vicarious liability sudah lama dan sering diterapkan dalam berbagai kasus perbuatan melawan hukum di Indonesia. Salah satu penggunaan doktrin vicarious liability terdapat dalam Putusan 110/Pdt.G/2021/PN.Amb yang melibatkan seorang nasabah bank BNI dengan salah satu pimpinan bank tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum.
Permasalahan ini diawali ketika perwakilan bank BNI menawarkan program cashback kepada nasabah dengan keuntungan besar hingga 20% dari dana yang masuk ke rekening nasabah. Atas dasar penawaran yang menggiurkan tersebut, nasabah kemudian menyetujui untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Namun, kemudian satuan audit internal bank BNI mendapati bahwa terdapat selisih uang kas fisik dengan system icons yang terdapat di beberapa cabang yang bernilai hingga puluhan miliar.
Atas dasar hal ini, dapat dipahami bahwa perwakilan bank BNI tersebut telah melakukan tindak pidana pencucian uang nasabah dan korupsi dari bank BNI. Selain itu, ditemukan pula bahwa program cashback yang ditawarkan oleh perwakilan bank tersebut bukan merupakan program resmi dari bank BNI.
Dalam kasus ini, doktrin vicarious liability digunakan dalam gugatan nasabah kepada bank BNI, dimana bank BNI sebagai perusahaan wajib menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam memberikan ganti rugi kepada nasabah. Dalam putusan tersebut, atas dasar Pasal 1367 KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, majelis hakim memutus bank BNI untuk memberikan ganti rugi sebesar Rp4,5 miliar kepada nasabah.
Baca juga: Karyawan Dipaksa Resign? Konsultasikan Dengan Perqara
Perqara Telah Melayani Lebih dari 11.500 Konsultasi Hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Ketenagakerjaan, Perqara telah menangani lebih dari 1.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi Hukum Gratis di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Apa Itu Akta Otentik? Simak Pembahasan Ini!
Dasar Hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 110/Pdt.G/2021/Pn.Amb.
Referensi
- Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
- Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
- Kepaniteraan Mahkamah Agung. “Vicarious Liability”. Mahkamah Agung Republik Indonesia. Diakses pada 30 Mei 2024.