Perceraian bukan hanya berakhir pada pemutusan hubungan suami-istri, tetapi juga menyisakan berbagai hak dan kewajiban, termasuk terkait pembagian tunjangan. Tunjangan diberikan kepada pasangan yang lebih membutuhkan setelah perceraian, terutama jika salah satu pihak yang tidak memiliki penghasilan tetap atau berada dalam kondisi ekonomi yang lebih lemah. Besaran tunjangan ini bergantung pada kemampuan finansial pihak yang memberikan dan kebutuhan pihak yang menerima.
Jadi, apa itu pembagian tunjangan saat cerai? Simak artikel di bawah ini untuk lebih mengetahui terkait tunjangan dalam konteks perceraian, prosedur pembagian tunjangan, kendala dan solusi dalam pembagian tunjangan, serta tips mendapat hak tunjangan.
Baca juga: Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai
Apa itu tunjangan dalam konteks perceraian?


Perceraian yang merupakan penyebab dari berakhirnya ikatan perkawinan merupakan hal yang sering ditemukan pada masyarakat di Indonesia. Akibat dari terjadinya perceraian akan mempengaruhi kondisi ekonomi dari masing-masing pihak, terutama pada istri yang tidak bekerja. Selama masa perkawinan, seorang istri mendapatkan nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pekerjaan suami. Namun, setelah terjadinya perceraian, istri harus menyesuaikan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Tunjangan dalam konteks perceraian mengacu pada pembayaran yang diperintahkan pengadilan yang diberikan kepada pasangan atau mantan pasangan dalam perceraian. Alasan tunjangan adalah untuk memberikan dukungan finansial kepada pasangan yang berpenghasilan lebih rendah, atau dalam beberapa kasus, tidak berpenghasilan sama sekali.
Baca juga: Kewajiban Istri Setelah Cerai
Mengapa pembagian tunjangan penting?
Pembagian tunjangan pasca perceraian sangat penting karena berhubungan dengan keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi, dan hak-hak individu yang terdampak oleh perceraian. Perceraian bukan hanya mempengaruhi hubungan emosional antara pasangan yang bercerai, tetapi juga mengubah kehidupan ekonomi dan sosial para pihak secara signifikan, terutama jika ada anak yang terlibat. Adanya pembagian tunjangan mampu membantu meminimalisir dampak negatif dari perceraian dengan memberikan stabilitas finansial, yang memungkinkan pihak yang bercerai fokus pada pemulihan psikologis dan penyesuaian diri.
Baca juga: Pengasuhan Bersama Pasca Cerai
Dasar hukum pembagian tunjangan


Dalam Pasal 225 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), mengatur bahwa bila suami atau istri, yang atas permohonannya dinyatakan perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka pengadilan akan menetapkan pembayaran, tunjangan hidup baginya dari pihak lain.
Pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyatakan bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Pasal ini memberikan dasar hukum bagi pembagian hak dan kewajiban setelah perceraian, serta memandang kesejahteraan sebagai faktor utama dalam menentukan keputusan.
Bagi pasangan yang beragama Islam, Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1991 mengatur lebih lanjut terkait pembagian harta dan pemberian tunjangan pasca perceraian, khususnya terkait kewajiban suami memberikan nafkah kepada istri yang diceraikan. Pasal 149 huruf (a) KHI menyatakan bahwa bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberi nafkah, maskan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada bekas istri selama dalam masa iddah (jika karena bercerai, yang dimana lama masa iddah adalah 3 (tiga) bulan).
Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dasar hukum pembagian tunjangan pasca perceraian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Pasal 8 ayat (1) peraturan ini berbunyi “Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya”.
Dalam peraturan ini, mantan istri dari PNS mendapatkan tunjangan sebesar ⅓ (satu per tiga) dari gaji suami jika selama masa perkawinan mempunyai anak. Namun jika tidak mempunyai anak selama masa perkawinan, maka mantan istri berhak mendapat tunjangan sebesar ½ (satu per dua) dari gaji suami. Masa pemberian tunjangan bagi mantan istri PNS berakhir jika mantan istri memutuskan untuk menikah lagi atau mempunyai pasangan baru.
Karena tidak adanya pengaturan yang lebih rinci mengenai pemberian tunjangan pasca perceraian terkait jumlah dan masa pemberian untuk masyarakat yang bukan PNS, maka dalam praktiknya di pengadilan, hakim membuat pertimbangan sendiri dalam memberikan putusan terkait pemberian tunjangan oleh suami kepada istri.
Baca juga: Cara Dan Syarat Mengurus Akta Cerai Tanpa Buku Nikah
Faktor yang mempengaruhi pembagian tunjangan
Pembagian tunjangan pasca perceraian di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kemampuan finansial kedua belah pihak, kebutuhan pihak yang menerima tunjangan, hingga aspek sosial dan moral. Faktor-faktor ini penting agar pembagian tunjangan dapat dilakukan secara adil dan sesuai dengan prinsip hukum, dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan pihak yang lebih lemah (terutama mantan istri dan anak-anak). Adanya pertimbangan yang proporsional akan membantu menjamin bahwa hak dan kewajiban masing-masing pihak terlaksana dengan baik.
Baca juga: Mediasi Perceraian: Proses, Manfaat, dan Panduan Lengkap di Indonesia
Tunjangan anak
Perceraian orang tua dapat membawa dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak, baik dari segi emosional maupun ekonomi. Tunjangan anak merupakan isu yang paling penting dalam perceraian. Tunjangan anak bertujuan untuk memastikan anak tetap mendapatkan nafkah dan pendidikan yang layak setelah kedua orang tua bercerai. Orang tua berkewajiban memberikan tunjangan anak pasca perceraian. Hal ini diatur dalam Pasal 41 huruf (a) dan (b) UU Perkawinan, yakni:
- Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
- Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
Baca juga: Perbedaan Hak Waris antara Anak Kandung dan Anak Angkat dalam Hukum Indonesia
Tunjangan istri
Tunjangan istri pasca perceraian merupakan hak yang sangat penting dalam menjaga kesejahteraan finansial pihak yang lebih rentan, terutama bagi istri yang tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan tetap. Pengaturan tunjangan ini dilandasi oleh prinsip keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak-hak istri setelah perceraian.
Berdasarkan pada Pasal 41 huruf (c) UU Perkawinan, dijelaskan bahwa seorang mantan istri dapat menerima tunjangan dan seorang mantan suami dapat diwajibkan untuk memberikan tunjangan kepada mantan istri sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh pengadilan, dan besaran yang diterima oleh mantan istri bergantung dengan apa yang diajukan, terutama bergantung kepada putusan pengadilan yang sah.
Baca juga: Cara Mengurus Hak Anak dari Pernikahan Nikah Siri
Prosedur pembagian tunjangan
Prosedur pembagian tunjangan pasca perceraian di Indonesia dilakukan pada Pengadilan Agama (bagi warga yang beragama Muslim) atau Pengadilan Negeri. Tuntutan pembagian tunjangan dapat diajukan dalam bentuk gugatan nafkah anak atau nafkah istri bersamaan dengan gugatan perceraian.
Baca juga: Perwalian Anak Yatim Piatu: Proses Hukum, Hak, dan Tanggung Jawab Wali
Kendala dan solusi dalam pembagian tunjangan
Pembagian tunjangan seringkali menghadapi kendala. Namun, kendala-kendala tersebut bisa diatasi dengan berbagai solusi yang adil dan realistis. Berikut merupakan beberapa kendala yang sering dihadapi dalam proses mendapatkan tunjangan serta solusinya:
- Kesulitan dalam menentukan besaran tunjangan
Penting untuk memastikan bahwa besaran tunjangan disesuaikan dengan kemampuan finansial pihak yang memberi tunjangan. Pengadilan harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi keuangan masing-masing pihak sebelum menetapkan jumlah tunjangan.
- Penyalahgunaan dan pengabaian tunjangan
Pengadilan harus memberikan sanksi tegas terhadap pihak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran tunjangan. Hal ini dapat berupa denda, tindakan hukum lebih lanjut, atau penalti administratif.
- Bertambahnya beban keuangan pada pihak yang memberikan tunjangan
Jika pihak pemberi tunjangan memiliki tanggung jawab lain atau anak dari pernikahan berikutnya, pemberian tunjangan dapat menyebabkan ketegangan finansial yang sulit untuk dikelola. Sangat penting untuk mengelola keuangan dengan bijak agar bisa memenuhi kewajiban tanpa merasa terbebani. Salah satu caranya dengan menggunakan jasa perencana keuangan untuk mengatur anggaran agar kewajiban memberikan tunjangan tetap bisa dipenuhi tanpa mengorbankan kesejahteraan salah satu pihak.
Baca juga: Hak Waris Anak Tiri: Ketentuan Hukum dan Solusi yang Perlu Diketahui
Tips mendapatkan hak tunjangan
Agar hak tunjangan dapat diperoleh dengan maksimal, berikut beberapa langkah dan tips yang perlu dilakukan:
- Memahami jenis tunjangan yang bisa diperoleh
- Ajukan tunjangan dalam gugatan perceraian
- Siapkan bukti dokumen pendukung
- Menggunakan jasa pengacara atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
- Mengajukan laporan eksekusi ke pengadilan jika mantan pasangan tidak memberikan hak tunjangan sesuai keputusan
Baca juga: Perlindungan Anak yang Ditinggal Orang Tua
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 5.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum atau pertanyaan lebih lanjut apa itu pembagian tunjangan, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Perkawinan Campuran? Jangan Lupa Buat Perjanjian Kawin?
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Kompilasi Hukum Islam;
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Referensi
- R. Daniel. “Analisis Perbandingan Hukum Mengenai Tunjangan Pasca Perceraian di Indonesia”. Lex Patrimonium, Vol. 1 No. 1 (2022). Hlm. 1-16.
- “Alimony.” Cornell Law School Legal Information Institute. Diakses pada 2 Februari 2025.