Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), terdapat istilah penghapusan pidana yang bisa membuat seorang pelaku kejahatan dapat terbebas dari hukuman pidana. Hal ini tentunya memiliki syarat dan ketentuannya tersendiri agar dapat terjadi. Kira-kira apa saja alasan penghapusan pidana yang diterima oleh hakim? Simak pada artikel berikut ini!

Apa Itu Penghapusan Pidana?

Penghapusan pidana merupakan alasan dan keadaan tertentu yang menyebabkan seseorang tidak dapat dipidana atau dijatuhi hukuman. Dalam hukum pidana terdapat keadaan-keadaan tertentu yang membuat hakim tidak dapat mengadili seorang pelaku pidana, sehingga hakim pun tidak dapat menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tersebut atau yang disebut juga sebagai dasar-dasar yang meniadakan hukuman (penghapusan pidana).

Penghapusan Pidana dalam KUHP

KUHP tidak menjelaskan mengenai definisi penghapusan pidana. Perlu diketahui bahwa dalam KUHP penghapus pidana dibagi menjadi 2, yaitu penghapus pidana secara umum dan penghapus pidana secara khusus. 

Penghapus pidana secara umum terdapat pada bab ketiga dari buku pertama KUHP. Alasan penghapusan pidana ini terdiri dari alasan pembenar dan alasan pemaaf pidana. Penghapusan pidana berlaku bagi semua orang dan berlaku bagi setiap delik. Ketentuan mengenai penghapusan pidana diatur dalam Pasal 44, 48, 49, 50, dan 51 KUHP.

Sedangkan, penghapus pidana secara khusus terdapat pada buku kedua dan ketiga KUHP. Penghapus pidana secara khusus ini berlaku pada orang-orang tertentu dan delik-delik tertentu. Contohnya, Pasal 221 ayat (2) dan Pasal 310 ayat (3) KUHP. Namun, dalam artikel ini Perqara akan membahas terkait penghapus pidana secara umum ya Sobat!

Alasan Pembenar Dalam Penghapusan Pidana

Alasan pembenar dalam penghapusan pidana bersifat objektif, melekat pada perbuatannya (hal-hal yang di luar batin si pelaku). Perbuatan tersebut sudah memenuhi unsur tindak pidana, namun sifat melawan hukumnya dihapuskan, artinya pelakunya tidak dapat dipidana dan apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Contohnya, seorang petinju yang bertanding di atas ring memukul lawannya hingga luka-luka.

Alasan pembenar terdiri dari beberapa macam, sebagai berikut:

  1. Keadaan darurat (noodtoestand)

Keadaan darurat dalam hal ini adalah suatu daya paksa relatif yang disebabkan di luar perbuatan manusia. Keadaan dimana suatu kepentingan hukum terancam bahaya dan untuk menghindari ancaman bahaya tersebut membuat seseorang terpaksa melakukan perbuatan yang melanggar kepentingan hukum yang lain.

Dalam doktrin, bentuk keadaan darurat ada 3, yaitu:

  1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum (recht belang). Contohnya, karena kecelakaan kapal, A dan B berpegangan pada sebuah papan di tengah laut. Apabila A dan B tetap berpegangan pada papan tersebut, maka kedua orang itu akan tenggelam dan mati. Maka A mendorong B. Walaupun melanggar Pasal 338 KUHP, tetapi ia tidak dipidana.
  1. Pertentangan antara kewajiban hukum (rechts plicht) dengan kepentingan hukum. Contohnya, Dokter ahli forensik menolak untuk datang ke Pengadilan Negeri (PN) untuk memberikan keterangan ahli tentang sebab kematian seorang korban dalam sidang perkara pidana. Alasan ia menolak untuk datang adalah karena ia memerlukan istirahat yang disebabkan oleh luka-luka karena kecelakaan. Tindakan Dokter yang memilih beristirahat di rumah daripada memenuhi panggilan PN sebenarnya melanggar Pasal 224 KUHP, namun ia tidak dipidana.
  1. Pertentangan antara dua kewajiban hukum. Contohnya, Seorang dokter berwajib untuk melakukan operasi kepada seorang pasien dan pada saat yang bersamaan, dokter tersebut dipanggil di PN untuk menjadi ahli. Dokter tersebut lebih memilih kewajibannya untuk mengoperasi pasiennya daripada hadir menjadi ahli di PN.
  1. Pembelaan terpaksa (noodweer) yang dirumuskan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP

Syarat pembelaan terpaksa yaitu harus dilakukan karena sangat terpaksa, dimana tidak ada alternatif perbuatan lain yang bisa dilakukan. Selain itu, untuk mengatasi adanya serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum secara formil dan materiil. Hal tersebut dilihat dari perbuatan si penyerang dan tidak perlu memperhatikan sikap batin atau niat dasar si penyerang. Serangan atau ancaman serangan tersebut ditujukan kepada badan, kehormatan kesusilaan, dan harta benda sendiri atau orang lain.

Syarat lainnya yaitu harus dilakukan ketika adanya ancaman serangan dan berlangsungnya serangan atau bahaya masih mengancam. Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan serangan yang mengancam (asas proporsionalitas), sebatas apa yang diperlukan saja. Selain itu, berlaku pula asas subsidiaritas, untuk mempertahankan kepentingan hukumnya yang terancam pembelaan itu harus mengambil upaya yang paling ringan akibatnya pada orang lain, dalam hal ini si penyerang.

  1. Menjalankan perintah UU (Wettelijk Voorschrift) Pasal 50 KUHP

Undang-Undang yang dimaksud yaitu dalam arti formil (UU negara) dan materiil. Tidak dikenakan hukuman pidana bagi seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan suatu peraturan hukum perundang-undangan. Dalam hal ini, seseorang melaksanakan ketentuan UU bukan hanya melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh UU, namun juga perbuatan yang dilakukan atas wewenang yang diberikan UU.

  1. Menjalankan perintah jabatan yang sah (Ambtelijk Bevel) Pasal 51 ayat (1) KUHP

Ada hubungan publik antara orang yang memberi perintah dengan orang yang diberi perintah yang melakukan suatu perbuatan tertentu. Kewenangan dalam menjalankan perintah jabatan adalah pada perintah yang diberikan berdasarkan UU (sah). Contohnya, seorang penyelidik mendapat perintah dari penyidik untuk menangkap seorang tersangka (Pasal 16 ayat ke-1 KUHAP). Hubungan publik  tersebut memperbolehkan penyidik untuk memborgol tersangka.

Alasan Pemaaf Dalam Penghapusan Pidana

Alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, namun terdapat alasan tertentu berdasarkan undang-undang yang menyebabkan terdakwa tidak dipidana

Alasan pemaaf dalam penghapusan pidana bersifat subyektif, melekat pada diri orangnya (sikap batin sebelum atau pada saat akan berbuat). Perbuatannya terbukti melanggar UU (melawan hukum), namun kesalahannya dihapuskan, artinya perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan olehnya. Contohnya, orang gila memukul orang lain sampai luka berat.

Alasan pemaaf terdiri dari beberapa macam, sebagai berikut:

  1. Ketidakmampuan bertanggung jawab, diatur dalam Pasal 44 KUHP

Kriteria orang yang tidak mampu bertanggungjawab dalam hal ini yaitu seseorang yang jiwanya cacat dalam pertumbuhannya, dimana hal tersebut sudah terjadi sejak ia lahir. Contohnya, down syndrome, tuna rungu, tuna wicara, dan lain-lain. Selain itu, termasuk juga seseorang yang mengalami gangguan penyakit pada daya berpikir si pelaku. Contohnya, gangguan jiwa dan epilepsi.

  1. Daya paksa (overmacht), diatur dalam Pasal 48 KUHP

Berdasarkan doktrin, daya paksa dibedakan menjadi 2, yaitu daya paksa absolut dan daya paksa relatif. Daya paksa absolut merupakan paksaan dan tekanan sangat kuat hingga ia tidak dapat berbuat sesuatu yang lain selain apa yang terpaksa dilakukan. Contoh dari tekanan fisik yaitu, A menerjang seorang anak yang berdiri dekat kaca, sehingga anak itu terpental dan pecahlah kaca. Contoh dari tekanan psikis, yaitu orang yang dihipnotis diperintah untuk membakar mobil musuhnya.

Daya paksa relatif merupakan tekanan sangat kuat, namun ia masih bisa memilih perbuatan lain sebagai alternatifnya, namun karena resikonya besar, maka tidak dilakukan. Contohnya, seseorang ditodong untuk menandatangani surat palsu. Pertimbangannya adalah resiko yang dikorbankan dengan resiko yang diselamatkan. Contohnya, A ditodong untuk menandatangani surat palsu. Resiko apabila tidak tanda tangan adalah mati. Resiko apabila tanda tangan adalah melanggar UU dan dipidana. Oleh sebab itu, pelaku tidak dipidana.

  1. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess), diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP

Seseorang tidak dapat dihukum apabila melakukan tindakan untuk membela dirinya yang disebabkan oleh kegoncangan jiwa ketika mengalami serangan dari orang lain. Dalam hal ini terdapat serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum, ditujukan untuk 3 kepentingan hukum, yaitu tubuh, kehormatan, kesusilaan, dan harta benda. Pembelaan ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum diri sendiri atau kepentingan hukum orang lain.

  1. Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik, diatur dalam Pasal 51 ayat (2) KUHP

Syarat agar orang yang menjalankan perintah yang tidak sah dengan tidak itikad baik tidak dipidana yaitu harus memenuhi syarat subyektif dan objektif.

  1. Syarat subyektif
    • Pelaku mengira perintah itu sah karena pejabat yang memberikan perintah memiliki kewenangan untuk itu.
    • Isi perintah itu disadarinya memang masuk dalam lingkup kewenangan yang diberi perintah.
  1. Syarat objektif
    • Pelaksanaan perintah itu masuk dalam bidang tugas pekerjaannya.
    • Terdapat hubungan antara jabatannya dan tugas pekerjaan suatu jabatan.

Contohnya, pejabat penyidik pembantu atas dasar perintah penyidik dia berwenang melakukan penangkapan, namun penyidik memerintahkan penyidik pembantu untuk memukuli tersangka yang tidak memberikan keterangan yang berisi pengakuan.  Perbuatan penyidik pembantu sudah di luar ruang lingkup pekerjaan dalam jabatannya. 

Penentuan apakah perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau tidak dengan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf pidana merupakan wewenang hakim saat memeriksa dan memutus perkaranya. Tentunya hakim menentukan dengan berdasarkan bukti-bukti yang ada, apakah bukti tersebut menunjukkan bahwa pelaku memang benar memenuhi alasan pembenar dan alasan pemaaf pidana sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 2.200 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, atau ingin mengetahui lebih lanjut mengenai aturan penghapusan pidana, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Ini adalah Contoh Surat Dakwaan Pidana!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Referensi

  1. P.A.F Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
  2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar. Bogor: Politeia, 1997.
  3. Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Cet. 6. Bandung: PT Refika Aditama, 2014.
  4. Rahmat Ibnu Wibowo. “Pembelaan Terpaksa (Noodweer) Apakah Bisa Dipidana?”. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-palopo/baca-artikel/15466/Pembelaan-Terpaksa-Noodweer-Apakah-Bisa-Dipidana.html. Diakses pada tanggal 11 Mei 2023.