Dalam hal terjadinya perceraian, kedua belah pihak menanggung kewajiban yang harus mereka penuhi. Secara umum, kewajiban istri setelah bercerai dapat meliputi beberapa hal, terutama jika ada anak yang perlu dipelihara atau jika ada kewajiban finansial yang masih harus dipenuhi oleh suami atau istri. Simak artikel berikut untuk mengetahui kewajiban istri pasca perceraian dan juga kewajiban istri dalam memberikan nafkah.

Baca juga: Tanggung Jawab dan Kewajiban Suami Setelah Cerai

Pentingnya memahami kewajiban istri pasca perceraian

Perceraian bukan hanya soal mengakhiri hubungan antara suami dan istri, tetapi juga menyangkut perubahan tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipahami oleh kedua belah pihak, termasuk istri. Memahami kewajiban istri pasca perceraian merupakan suatu hal yang penting, baik bagi mantan istri maupun pihak-pihak lain yang terlibat. Hal ini tidak hanya demi memenuhi kewajiban hukum, tetap juga demi kesejahteraan emosional, ekonomi, dan sosial keluarga pasca perceraian berlangsung.

Baca juga: Pengasuhan Bersama Pasca Cerai

Kondisi di mana istri wajib memberikan nafkah

Kondisi di mana istri wajib memberikan nafkah
Kondisi di mana istri wajib memberikan nafkah (Sumber: Shutterstock)

Secara umum, dalam hukum negara maupun hukum islam yang berlaku di Indonesia, kewajiban memberikan nafkah setelah terjadinya perceraian merupakan kewajiban mantan suami. Nafkah yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya nafkah lahir, tetapi juga nafkah batin. Namun, terdapat situasi tertentu yang mewajibkan mantan istri untuk memberikan nafkah. Berikut adalah contoh dari kondisi-kondisi tersebut:

  1. Jika mantan suami tidak mampu memberikan nafkah

Dalam kondisi di mana mantan suami tidak mampu dalam memberikan nafkah karena tidak memiliki penghasilan tetap ataupun sedang mengalami kesulitan ekonomi yang berat (seperti pengangguran atau jatuh sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja). Istri yang memiliki kemampuan finansial dapat diwajibkan memberikan nafkah pada anak, sebagai tanggung jawab bersama terhadap anak. Hal ini sejalan dengan Pasal 41 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).

  1. Jika terdapat putusan pengadilan

Pengadilan memiliki kewenangan untuk menetapkan kewajiban nafkah mantan istri, terutama dalam konteks kebutuhan anak, berdasarkan asas keadilan dan kesejahteraan anak. 

  1. Jika terdapat perjanjian khusus

Hal ini merujuk pada kesepakatan antara mantan suami dan istri terkait kewajiban nafkah, baik sebelum maupun setelah perceraian berlangsung. Biasanya, perjanjian ini dibuat untuk menentukan tanggung jawab masing-masing pihak secara jelas, termasuk kontribusi finansial.

Baca juga: Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Hukum Keluarga

Kewajiban-kewajiban istri setelah cerai

Kewajiban-kewajiban istri setelah cerai
Kewajiban-kewajiban istri setelah cerai (Sumber: Shutterstock)

Kewajiban istri setelah cerai di Indonesia diatur dalam beberapa ketentuan hukum. Berikut kewajiban-kewajiban istri setelah cerai:

  1. Memberikan nafkah kepada anak

Meskipun terjadi perceraian, orang tua tetap wajib memberikan nafkah kepada anaknya. Hal ini berlaku baik pada pihak ayah, maupun ibu dari anak tersebut. Pasal 41 huruf a dan b UU Perkawinan yang berbunyi:

  1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
  2. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Orang tua, baik ayah maupun ibu, memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah pada anak, yang meliputi biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya.

  1. Mengasuh anak

Istri yang memperoleh hak asuh anak berkewajiban untuk merawat, mendidik, dan memenuhi kebutuhan anak bersama-sama dengan mantan suami. Hal ini tertuang pada Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan bahwa, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

  1. Membagi harta bersama (gono-gini) dengan mantan suami

Harta bersama merupakan harta yang diperoleh selama pernikahan berlangsung. Berdasarkan Pasal 126 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), salah satu sebab harta bersama bubar demi hukum adalah karena perceraian. Setelah bubarnya harta bersama, harta tersebut dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana harta tersebut berasal. 

  1. Bertanggung jawab terhadap utang bersama

Jika setelah perceraian berlangsung masih terdapat utang bersama yang belum terbayarkan, maka suami dan istri yang bercerai memiliki kewajiban yang sama dalam pembayaran utang tersebut. Hal ini sejalan dengan isi dari Pasal 121 KUHPerdata yang berbunyi “Berkenaan dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami istri, baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. 

  1. Menghormati kesepakatan perceraian

Menghormati kesepakatan perceraian bertujuan agar para pihak yang bercerai dapat melanjutkan kehidupannya dengan damai tanpa menimbulkan konflik yang berlarut-larut. Kesepakatan perceraian yang dibuat di hadapan pengadilan atau yang disetujui oleh kedua pihak harus dihormati dan dipatuhi oleh kedua belah pihak karena merupakan keputusan hukum yang sah. 

Baca juga: Mediasi Perceraian: Proses, Manfaat, dan Panduan Lengkap di Indonesia

Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 5.500 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait kewajiban istri setelah cerai, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Istri Gugat Cerai, Hak Asuh Anak Jatuh ke Siapa?

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan