Tahukah Sobat Perqara, bahwa dalam Islam tidak ada istilah pacaran? Pendekatan untuk mengenal seseorang dengan tujuan jenjang pernikahan dalam Islam dikenal dengan istilah ta’aruf. Pacaran dan ta’aruf merupakan hal yang berbeda.

Pacaran didefinisikan lebih kepada kesenangan semata. Sedangkan, ta’aruf itu lebih menuju kepada tujuan untuk menikah. Namun, faktanya, masih banyak yang keliru dalam memahami hukum ini atau bahkan tidak tahu. Lantas, apa itu ta’aruf? Apa hukum ta’aruf di Indonesia? Simak pada artikel berikut ini.

Apa Itu Ta’Aruf?

Istilah ta’aruf terdapat di al-Qur’an dalam surat al-Hujurat ayat 13 dari kata ‘arafa yang artinya mengenal. Maksudnya adalah saling mengenal. Dalam Islam, ta’aruf adalah sebuah proses untuk mengenal seseorang secara dekat, baik teman atau sahabat dengan tujuan untuk kebaikan. Dalam konteks pernikahan, ta’aruf adalah upaya untuk mengenali pasangan hidup sebelum menikah, tentunya dengan cara yang baik sesuai syari’at Islam.

Dengan demikian, ta’aruf dapat diartikan sebagai suatu proses pendekatan untuk saling mengenal antara laki-laki dan perempuan yang akan menikah (pra khitbah atau lamaran), supaya dapat saling mengerti dan memahami antara satu sama lain. Jadi, makna ta’aruf secara luas adalah berkenalan, sedangkan makna sempitnya adalah berkenalan yang dimaksudkan untuk menikah.

Syarat Ta’Aruf dalam islam

Syarat utama ta’aruf dalam islam yakni ketika seseorang memilih pasangannya, harus didahulukan dan mempertimbangkan agama daripada kekayaan, keturunan, maupun kecantikan atau ketampanan. Berikut syarat ta’aruf dalam islam yang lainnya:

  1. Harus melalui perantara

Peran perantara adalah untuk memfasilitasi komunikasi dan interaksi di antara calon pasangan supaya menghindari dari zina dan fitnah. Perantara ta’aruf mereka bisa saja orang tua, ustadz atau ustadzah, teman, kerabat, ataupun orang yang terpercaya. Syarat- syarat yang wajib dimiliki oleh perantara dalam ta’aruf yaitu mereka yang paham agama, dapat dipercaya, diutamakan yang sudah menikah, serta yang ada kedekatan dengan kedua calon yang akan di-ta’aruf-kan.

  1. Tidak ada rasa memiliki

Proses ta’aruf didalamnya tidak ada rasa memiliki satu sama lain. Sebab, harus ada batasan tertentu antara dua orang yang sedang dalam masa ta’aruf. Diantaranya tidak melakukan dua proses ta’aruf dengan orang yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.

  1. Atas kemauan sendiri 

Seperti halnya pernikahan, ta’aruf yang merupakan proses menuju pernikahan harus dilakukan atas kemauan sendiri. Tidak boleh ada unsur paksaan atau tekanan.

  1. Ada niat baik diantara kedua belah pihak

Sebelum melakukan ta’aruf kedua belah pihak harus memiliki niat yang baik. Hal tersebut menjadi awal menuju kebahagiaan. Niat baik yang muncul ini akan mendorong keduanya untuk saling memberikan yang terbaik.

  1. Terjaga rahasia

Selama masa ta’aruf dan setelahnya, segala informasi yang diperoleh akan saling dijaga kerahasiaannya sehingga ketika proses terpaksa diputuskan tidak menimbulkan fitnah. Kerahasiaan ini begitu diutamakan mengingat semua orang punya hak untuk dijaga privasinya.

  1. Mengatakan apa adanya

Banyak pasangan yang berpacaran sebelumnya mengaku, suaminya kini berbeda pada saat masih pacaran. Baik karakter maupun kebiasaannya. Maklum saja lantaran dalam pacaran pelakunya sering menampilkan hal-hal yang semu. Berbeda halnya dengan ta’aruf, biasanya pasangan akan saling menyampaikan segala hal tentang dirinya secara apa adanya. Namun demikian, tetap perlu digali informasi yang dalam dari berbagai pihak.

Cara Ta’Aruf dalam islam

Dalam hukum Islam, proses dan tata cara ta’aruf sebelum pernikahan tidak ditentukan secara konkrit, sehingga dianjurkan untuk melakukan ta’aruf sebagaimana hubungan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Berikut tata cara ta’aruf yang dianjurkan dalam Islam:

  1. Mendatangi kedua orang tua pihak perempuan

Tahap pertama yaitu dengan mendatangi kedua orang tua. Berbeda dengan pacaran, dalam Islam, apabila ada seorang pria tertarik pada seorang wanita, sangat dianjurkan untuk langsung menemui kedua orang tua si wanita kemudian mengutarakan niatnya.

  1. Berkenalan dan menjalin komunikasi

Tahap ini dilakukan dengan cara membuat biodata yang berisi informasi mengenai pihak laki–laki dan perempuan. Kemudian, melakukan pertukaran biodata melalui perantara. 

  1. Mengadakan pertemuan kedua belah pihak yang difasilitasi perantara

Setelah dapat restu dari orangtua si wanita, tidak berarti bisa bertemu dan mengajaknya jalan-jalan. Pertemuan harus ditemani pihak ketiga (perantara). Tidak dianjurkan sering bertemu atau saling mengirim pesan terlalu sering. Apabila ingin bertemu, sebaiknya bersama keluarga atau teman dekat untuk ke rumah si wanita supaya pesan tersebut dapat disampaikan dengan jelas dan tidak menimbulkan fitnah, serta menghindari zina.

  1. Tundukkan pandangan

Maksudnya bukan berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah. Menundukkan pandangan maksudnya menjaga pandangan agar tidak dilepas begitu saja tanpa kendali agar menghindari hal yang tidak diinginkan ketika bertemu.

  1. Shalat Istikharah

Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan petunjuk dan supaya Allah SWT memberi jawaban yang terbaik. Ketika melakukan shalat istikharah jangan ada kecenderungan terlebih dahulu pada calon yang diinginkan, ikhlaskanlah semua hasil pada Allah SWT. Luruskan niat, bahwa menikah karena ingin membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah.

  1. Mempertemukan kedua keluarga untuk mambangun interaksi

Apabila sudah memantapkan hati dan yakin untuk menikah, maka tahap selanjutnya adalah mengadakan pertemuan kedua belah keluarga. Hal tersebut dilakukan untuk membangun interaksi dan mendekatkan kedua keluarga, serta untuk membicarakan niat baik masing-masing untuk melanjutkan ke tahap pernikahan.

  1. Menentukan waktu khitbah (lamaran)

Ta’aruf tidak boleh terlalu lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Oleh sebab itu, apabila sudah mengambil keputusan untuk ta’aruf maka sebaiknya segera menikah. Jarak ideal ta’aruf dan khitbah sekitar 1-3 minggu saja.

  1. Akad

Tahap yang terakhir adalah melakukan akad. Apabila semua persiapan sudah baik, tiba saat untuk menikah. Dalam Islam, pernikahan mewah bukan hal wajib, cukup dilakukan semampunya saja.

Apakah boleh Ta’Aruf  Chatting

Hukum ta’aruf chatting, apabila dilihat dari kaidah fiqih maka hukumnya adalah mubah. Jadi hukum ta’aruf melalui chatting adalah mubah atau boleh, namun tetap memperhatikan hukum syariat islam. Jika dicari, dalil ataupun ayat Al-Qur’an mengenai ta’aruf chatting ini sebenarnya tidak ada. Namun, dapat ditinjau menggunakan kaidah fiqih yang menyatakan bahwa “Segala sesuatu pada dasarnya boleh, kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya”.

Kaidah lainnya menyatakan bahwa “Segala sesuatu tergantung pada niatnya”. Hukum ta’aruf chatting adalah mubah karena belum ada dalil yang mengharamkannya. Maka aplikasi ta’aruf online ini merupakan aplikasi yang hukumnya mubah”.

Namun, sebagian ulama berpendapat tetap lebih baik ta’aruf seperti biasa yang diperkenalkan oleh ustadz, kerabat maupun saudara daripada ta’aruf melalui online. Hukum ta’aruf chatting itu harus dilihat maslahah (kemanfaatan) dan mafsadahnya (akibat buruk). Maslahah yaitu menarik kemanfaatan.

Jika ditelaah, maslahah dalam ta’aruf chatting dapat dilihat dari niat baik dalam mencari calon pasangan yang akan dijadikan suami atau istri. Tetapi, ta’aruf semacam ini juga ditakutkan ketika mereka yang berta’aruf kemudian bisa berdua atau berkhalwat, ini merupakan mafsadah dari aplikasi ta’aruf online itu sendiri. 

Konsep ta’aruf telah berkembang di era digitalisasi seperti saat ini. Media sosial tidak hanya memfasilitasi perantara bagi seseorang yang ingin menemukan pasangan untuk berpacaran, tetapi juga dapat menjadi perantara menemukan pasangan untuk langsung sampai ke jenjang pernikahan dan membangun rumah tangga tanpa pacaran. Sejumlah literatur telah menunjukkan bahwa ta’aruf dapat dilakukan secara online atau ta’aruf chatting, namun komunikasi interpersonal dilakukan secara offline dan komunikasi secara intensif dilakukan setelah adanya pertemuan keluarga dan setelah adanya proses khitbah (lamaran).

Hukum Ta’Aruf Di Indonesia

Ta’aruf memang tidak dijelaskan secara rinci di dalam undang-undang perkawinan di Indonesia. Namun, ta’aruf dapat berkaitan dengan upaya mewujudkannya pernikahan dan rumah tangga yang sesuai dengan syarat-syarat sah perkawinan yang sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia.

Pengertian perkawinan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), yaitu dalam Pasal 1 yang menyatakan bahwa “perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang memiliki tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa“. Jadi, ta’aruf dapat dijadikan sebagai upaya mewujudkan perkawinan yang sah.

Ta’aruf yang memiliki tujuan utama menghindari zina juga dapat dijadikan upaya untuk mencegah lahirnya anak diluar perkawinan yang sah karena hubungan zina, dimana menurut Undang-Undang anak tersebut hanya akan memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya.

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perkawinan dan Perceraian, Perqara telah menangani lebih dari 850 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan hukum ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Ini Pentingnya Bimbingan Pra Nikah Bagi Calon Pengantin!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Kompilasi Hukum Islam
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
  3. Al-Qur’an

Referensi

  1. Erian Putri Pratiwi. “Praktik Ta’aruf melalui Media Sosial Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi terhadap Ta’aruf Online di Indonesia”. Skripsi Sarjana Hukum. Universitas negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021.
  2. Rissa Canggista Ngapriba. “Ta’aruf Online dalam Perspektif Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih Muhammadiyah”. Journal of Family Studies. Volume 4 Issue 3 (2020). Hlm. 1-18.
  3. Ayu Rifka Sitoresmi. “Arti Ta’aruf dalam Islam, Lengkap dengan Hukum dan Tata Caranya”. https://www.liputan6.com/hot/read/4691077/arti-taaruf-dalam-islam-lengkap-dengan-hukum-dan-tata-caranya. Diakses pada tanggal 15 Maret 2023.