Perkara tanah adalah salah satu jenis perkara yang sering disidangkan. Ada 2 (dua) peradilan yang mengurus perkara ini, yaitu Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Apa perbedaan keduanya? Kemana seseorang harus pergi ketika ingin mengurus perkara tanahnya? Simak pada penjelasan di bawah ini.

Apa Itu Perkara Tanah?

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 (“PERMEN 21/2020”) menyebutkan bahwa Perkara Pertanahan adalah perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.

Penyebab Terjadi Perkara Tanah 

Berikut beberapa penyebab terjadinya perkara tanah, antara lain:

  1. Adanya peran mafia tanah yang sengaja merugikan banyak pihak dengan bermain dalam pendaftaran atau kepemilikan suatu tanah. Mafia tanah adalah seseorang atau sekelompok orang yang dengan sengaja memiliki niat jahat untuk menimbulkan dan menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penanganan kasus pertanahan. Mafia tanah dapat menjalani aksinya dikarenakan banyak pemilik tanah yang membiarkan atau tidak menguasai tanah miliknya sendiri sehingga Mafia tanah akan mengambil peran tersebut.
  2. Munculnya perkara tanah yang sudah lama dan diungkit kembali karena kurang tertibnya administrasi pertanahan di masa lalu.
  3. Semakin banyak permintaan atas tanah namun tanah di Indonesia terbatas. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk yang kian hari kian meningkat, namun jumlah tanah selalu tetap.

Cara Mencegah Terjadinya Perkara Tanah  

Direktur Jenderal PSKP, R.B. Agus Widjayanto mengatakan bahwa sangatlah penting bagi pemerintah untuk melakukan pencegahan dalam penyelesaian kasus pertanahan agar menekan jumlah perkara tanah yang mungkin akan terus bertambah. Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

  1. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (“ATR/BPN”) dengan tegas menjalankan tugasnya mulai dari penyiapan, perumusan kebijakan, pelaksanaan identifikasi, dan pemetaan pencegahan serta pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan instansi dan lembaga lain yang terkait dengan bidang pertanahan untuk menghindari terjadinya perkara tanah.
  2. Pemerintah harus memberantas praktik yang dilakukan oleh Mafia tanah yang ingin merugikan dan merebut hak rakyat. Misalnya bekerja sama dengan pihak penegak hukum (Kepolisian) untuk mendeteksi para mafia tanah.  Selain itu, Komisi Yudisial juga dapat mengawasi kinerja hakim dalam persidangan kasus tanah serta memastikan bahwa Mafia tanah yang sudah tertangkap akan dihukum seadil-adilnya tanpa adanya kompromi.
  3. Badan Pertanahan Nasional selalu melakukan penyelidikan yang ketat terhadap setiap sertifikat tanah, sebab ditakutkan beredarnya sertifikat tanah yang palsu atau cacat administrasi.
  4. Terimplementasinya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang bertujuan agar masyarakat dapat mendaftarkan tanah yang dimiliki secara sah dan tidak dalam sengketa untuk dicatat, diukur, dan ditetapkan batasnya lalu nantinya akan disertifikasi.

Peradilan Apa yang Memiliki Wewenang atas Perkara Tanah?

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ada 2 (dua) peradilan yang memiliki wewenang atas perkara tanah, yaitu Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara (“Peradilan TUN”)

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mendefinisikan bahwa Peradilan TUN adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa TUN.

Selain itu Indroharto dalam bukunya yang berjudul ‘Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I: Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara (Edisi Revisi) memaparkan bahwa yang dapat digugat ke peradilan TUN hanyalah keputusan TUN, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN.

Jika berkaitan dengan persoalan pertanahan, pada dasarnya sertifikat tanah atau dokumen bukti hak atas tanah yang dalam hal ini diterbitkan oleh badan atau pejabat dapat dikategorikan sebagai keputusan TUN.

Hal ini sejalan dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”) yang menyatakan bahwa Badan Pertanahan Nasional (“BPN”)  selaku badan/pejabat TUN berwenang melakukan pendaftaran tanah, yang diantaranya meliputi pemberian sertifikat hak atas tanah kepada pemegang hak yang bersangkutan. 

Oleh karena itu, apabila Sobat Perqara merasa dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan TUN yang berkaitan dengan kewenangan, prosedur, substansi atau dalam hal ini seperti diterbitkannya sertifikat hak atas tanah oleh BPN maka Sobat dapat mengajukan gugatan ke Peradilan TUN.

Peradilan Umum

Jika berlandaskan pada pengaturan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dinyatakan bahwa kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.

Oleh karena itu, selain Peradilan TUN apabila terjadi perkara pertanahan maka dapat juga mengajukan gugatan ke peradilan umum. Dimana peradilan umum biasanya akan menangani kasus perkara pidana dan perdata.

Kasus pertanahan dapat pula dikategorikan sebagai perkara perdata yang bersifat privat, yang bertumpu pada kepentingan perseorangan saja dan dampaknya hanya dirasakan bagi para pihak atau pihak tertentu yang terlibat (tidak berdampak pada kepentingan umum).

Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan perkara pertanahan, maka jika seseorang merasa dirugikan atau dilanggar kepentingannya, khusus dalam hal kepemilikan hak atas tanah maka orang tersebut dapat mengajukan gugatan ke peradilan umum.

Pada intinya, ketika terjadi perkara pertanahan, Sobat dapat mengajukan gugatan ke Peradilan TUN apabila perkara berkaitan dengan kewenangan, prosedur, dan substansi dalam penerbitan surat pemberian hak atas tanah dan/atau sertifikat hak atas tanah oleh badan/pejabat TUN. Sedangkan, Sobat dapat mengajukan gugatan ke Peradilan Umum jika berkaitan dengan perkara kepemilikan hak atas tanah dan yang sifatnya hanya bagi kepentingan perseorangan saja.

Perqara Telah Melayani Lebih dari  5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pertanahan, Perqara telah menangani lebih dari 250 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Tanah Tidak Bersertifikat? Cepat Buat Surat Pernyataan Fisik Bidang Tanah!

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum 
  2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 
  3. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  5. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020

Referensi

  1. Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I: Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara (Edisi Revisi). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.
  2. Agraria, Majalah. “Pencegahan Sebagai Upaya Kementerian ATR/BPN Menekan Kasus Sengketa, Konflik, dan Perkara Pertanahan”. Diakses pada 15 September 2022, https://www.majalahagraria.today/berita-kementerian/kementerian-atr-bpn/73552/pencegahan-sebagai-upaya-kementerian-atr-bpn-menekan-kasus-sengketa-konflik-dan-perkara-pertanahan/
  3. Laksono, Muhdany. “Apa Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa dan Konflik Pertanahan”, Oktober 24, 2022. Diakses pada 15 September 2022, https://www.kompas.com/properti/read/2021/10/24/060000821/apa-faktor-penyebab-terjadinya-sengketa-dan-konflik-pertanahan-?page=all