Dalam kehidupan bermasyarakat, interaksi antarindividu dan badan hukum seringkali menimbulkan konsekuensi hukum. Salah satu konsep penting dalam ranah hukum perdata adalah perbuatan melawan hukum (PMH). Istilah ini merujuk pada tindakan yang melanggar hak subjektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, norma kesusilaan, atau kepatutan yang berlaku. Yuk pahami bersama terkait perbuatan melawan hukum, mulai dari pengertian mendasar, hingga proses gugatan PMH di pengadilan. 

Baca juga: Ganti Rugi dalam Hukum Perdata: Jenis, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus

Pengertian perbuatan melawan hukum (PMH)

Secara sederhana, perbuatan melawan hukum dapat diartikan sebagai tindakan seseorang atau badan hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, di mana tindakan tersebut tidak dibenarkan oleh hukum. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menjadi landasan utama dalam mendefinisikan PMH, yang menyatakan bahwa:

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Dari pasal ini, dapat disimpulkan bahwa perbuatan melawan hukum tidak hanya terbatas pada pelanggaran undang-undang tertulis, tetapi juga mencakup tindakan yang bertentangan dengan hak subjektif orang lain, kesusilaan, dan kehati-hatian yang seharusnya dilakukan dalam pergaulan masyarakat.

Baca juga: Apa Itu Wanprestasi dalam Hukum Perdata? Yuk Pahami Bersama!

Dasar hukum perbuatan melawan hukum

Dasar hukum utama yang mengatur mengenai perbuatan melawan hukum di Indonesia adalah Pasal 1365 hingga Pasal 1380 KUHPerdata. Selain KUHPerdata, beberapa peraturan perundang-undangan lain juga dapat mengatur mengenai perbuatan melawan hukum dalam konteks yang lebih spesifik, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Baca juga: Apakah Gugat MoU Dapat Dilakukan? Simak Pembahasan Ini

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum (Sumber: Shutterstock)

Agar suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kewajiban ganti rugi, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi:

  1. Adanya suatu perbuatan. Perbuatan ini dapat berupa tindakan positif (melakukan sesuatu yang dilarang) maupun tindakan negatif (tidak melakukan sesuatu yang diwajibkan).
  2. Perbuatan tersebut melawan hukum. Unsur ini tidak hanya terbatas pada pelanggaran undang-undang, tetapi juga meliputi pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain, norma kesusilaan, dan kepatutan dalam masyarakat.
  3. Adanya kesalahan. Kesalahan dapat berupa kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa). Pelaku harus dapat dipersalahkan atas timbulnya kerugian.
  4. Adanya kerugian. Kerugian ini dapat berupa kerugian materiil (kehilangan harta benda, biaya pengobatan, dll.) maupun kerugian immateriil (kerugian psikis, hilangnya reputasi, dll.).
  5. Adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan dan kerugian. Harus terdapat hubungan yang nyata antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku dengan kerugian yang diderita oleh korban.

Baca juga: Apa Itu Daluwarsa (Verjaring)? Pahami Perbedaannya dalam Hukum Pidana dan Perdata

Contoh perbuatan melawan hukum

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan berbagai contoh perbuatan melawan hukum, di antaranya:

  1. Pencemaran lingkungan oleh limbah industri. Perusahaan yang membuang limbah berbahaya ke sungai tanpa izin dan menyebabkan kerusakan lingkungan serta kerugian bagi masyarakat sekitar.
  2. Pencemaran nama baik melalui media sosial: Seseorang yang menyebarkan informasi bohong atau fitnah tentang orang lain di media sosial sehingga merusak reputasi orang tersebut.
  3. Penyerobotan tanah. Seseorang yang menduduki atau mengklaim kepemilikan tanah tanpa hak yang sah.

Baca juga: Cara Membuat Surat Somasi Utang

Bentuk ganti rugi dalam kasus PMH

Apabila terbukti adanya perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian, pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada pelaku. Bentuk ganti rugi yang dapat dituntut dapat berupa:

  1. Ganti rugi materiil. Penggantian kerugian yang bersifat nyata dan dapat dihitung secara ekonomis, seperti biaya perbaikan kendaraan, biaya pengobatan, atau kehilangan pendapatan.
  2. Ganti rugi immateriil. Penggantian kerugian yang bersifat non-ekonomis, seperti kompensasi atas rasa sakit, penderitaan psikis, atau hilangnya reputasi baik. Besaran ganti rugi immateriil biasanya ditentukan berdasarkan pertimbangan hakim.

Selain ganti rugi, dalam beberapa kasus, hakim juga dapat memerintahkan pelaku untuk melakukan tindakan tertentu, seperti menghentikan perbuatan yang merugikan atau melakukan rehabilitasi.

Baca juga: E-Court: Solusi Pengadilan yang Lebih Cepat dan Mudah

Proses gugatan PMH di pengadilan

Proses gugatan PMH di pengadilan
Proses gugatan PMH di pengadilan (Sumber: Shutterstock)

Pihak yang merasa dirugikan akibat perbuatan melawan hukum dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Proses gugatan PMH secara umum meliputi tahapan-tahapan berikut:

  1. Pengajuan gugatan. Pihak penggugat mengajukan surat gugatan yang berisi identitas para pihak, uraian kejadian, dasar hukum, dan tuntutan ganti rugi kepada pengadilan.
  2. Panggilan sidang. Pengadilan akan memanggil para pihak untuk menghadiri sidang pertama.
  3. Mediasi. Pada umumnya, pengadilan akan mengupayakan perdamaian (mediasi) antara para pihak.
  4. Jawaban tergugat. Tergugat akan mengajukan jawaban atas gugatan penggugat.
  5. Replik dan duplik. Penggugat dapat mengajukan replik (tanggapan atas jawaban tergugat), dan tergugat dapat mengajukan duplik (tanggapan atas replik penggugat).
  6. Pembuktian. Para pihak akan mengajukan bukti-bukti untuk mendukung dalil masing-masing, seperti surat-surat, saksi, ahli, dan alat bukti lainnya.
  7. Kesimpulan. Para pihak akan menyampaikan kesimpulan atas seluruh proses persidangan.
  8. Putusan pengadilan. Hakim akan mengeluarkan putusan yang mengabulkan atau menolak gugatan penggugat, atau mengabulkan sebagian gugatan.

Baca juga: Cara Mengajukan Gugatan Penagihan Utang

Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Perdata, Perqara telah menangani lebih dari 7.000 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum online di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Pahami Apa Itu Subrogasi dan Dasar Hukumnya

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Referensi

  1. Subekti. (2003). Hukum Perjanjian. PT Intermasa.
  2. Prodjodikoro, Wirjono. (2015). Hukum Perdata tentang Perikatan. Sumur Bandung.
  3. Yahya Harahap. (2016). Hukum Acara Perdata: Teori, Praktik, dan Permasalahannya. Sinar Grafika.