PKP adalah singkatan dari Pengusaha Kena Pajak, sedangkan Non PKP artinya Pengusaha Tidak Kena Pajak. Status ini berhubungan dengan kewajiban perpajakan dan operasional suatu usaha. Lantas, apa itu PKP? Dan apa perbedaannya dengan Non PKP? Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan antara PKP dan Non PKP, kewajiban yang menyertainya, serta dampaknya bagi kelangsungan dan perkembangan bisnis Anda. Memahami perbedaan ini akan membantu Sobat mengambil keputusan yang tepat untuk bisnis Sobat.

Baca juga: Legalitas Bisnis Aman, Usaha Makin Nyaman!

Apa itu PKP (pengusaha kena pajak)?

PKP adalah pengusaha (baik orang pribadi maupun badan) yang telah dikukuhkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pihak yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Merujuk pada Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU No. 42 Tahun 2009”), PKP adalah adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang.

Pengukuhan PKP diberikan kepada pengusaha yang telah memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya adalah memiliki peredaran bruto (omzet) melebihi batas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini, yaitu Rp4.8 miliar.

Baca juga: Pengusaha Wajib Tahu Akta Pendirian Perusahaan

Apa itu non PKP?

Non PKP adalah pengusaha yang belum memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP. Biasanya, ini adalah usaha kecil dan menengah (UKM) dengan peredaran bruto di bawah batas yang ditetapkan, yaitu Rp4.8 miliar atau mereka yang memilih untuk tidak mengajukan pengukuhan sebagai PKP.

Sebagai Non PKP, pengusaha tidak memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Baca juga: Sanksi Pelanggaran Hukum Bisnis: Jenis, Contoh Kasus, dan Cara Menghindarinya

Perbedaan PKP dan non PKP

Berikut perbedaan antara PKP dan Non PKP:

AspekPKP (Pengusaha Kena Pajak)Non PKP (Pengusaha Tidak Kena Pajak)
Kewajiban PPNWajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dari nilai penjualan BKP/JKPTidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM
Faktur PajakWajib menerbitkan faktur pajak atas setiap penyerahan barang/jasa kena pajakTidak menerbitkan faktur pajak
Peredaran BrutoMelebihi batas yang ditentukan peraturan perpajakanTidak melebihi batas yang ditentukan peraturan perpajakan
Nomor Seri Faktur PajakWajib memiliki dan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP)Tidak memerlukan Nomor Seri Faktur Pajak
Pelaporan PajakWajib melaporkan SPT Masa PPN secara periodikTidak wajib melaporkan SPT Masa PPN
Pengkreditan Pajak MasukanDapat mengkreditkan Pajak Masukan (PPN yang dibayar saat pembelian BKP/JKP dari PKP lain)Tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan

Baca juga: Hukum Persaingan Usaha: Definisi, Prinsip, dan Dampaknya di Indonesia

Kelebihan dan kekurangan menjadi PKP

Kelebihan dan kekurangan menjadi PKP
Kelebihan dan kekurangan menjadi PKP (Sumber: Shutterstock)

Menjadi PKP memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri bagi pelaku usaha:

Kelebihan PKP:

  1. Citra bisnis yang lebih profesional. Status PKP seringkali dianggap lebih kredibel dan profesional di mata pelanggan, terutama bagi perusahaan besar yang juga merupakan PKP.
  2. Peluang kerja sama yang lebih luas. Banyak perusahaan yang hanya mau bertransaksi dengan PKP karena mereka dapat mengkreditkan Pajak Masukan dari pembelian.
  3. Potensi pertumbuhan bisnis. Dengan kemampuan bekerja sama dengan perusahaan yang lebih besar, potensi pertumbuhan bisnis menjadi lebih besar.
  4. Pengkreditan Pajak Masukan. PKP dapat mengurangi beban pajak dengan mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayar saat membeli barang atau jasa yang berkaitan dengan kegiatan usaha.

Kekurangan PKP:

  1. Administrasi perpajakan yang lebih kompleks. PKP memiliki kewajiban administrasi perpajakan yang lebih banyak dan rumit, termasuk pembuatan faktur pajak dan pelaporan SPT Masa PPN.
  2. Potensi sanksi pajak. Kesalahan dalam pemungutan, penyetoran, atau pelaporan PPN dapat dikenakan sanksi denda.
  3. Biaya kepatuhan yang lebih tinggi. Perusahaan PKP mungkin perlu mengeluarkan biaya lebih untuk sistem akuntansi dan sumber daya manusia yang memahami peraturan perpajakan.

Baca juga: Perjanjian Pembiayaan dalam Hukum Bisnis

Kelebihan dan kekurangan non PKP

Status Non PKP juga memiliki sisi positif dan negatif:

Kelebihan Non PKP:

  1. Administrasi perpajakan yang lebih sederhana. Kewajiban perpajakan Non PKP relatif lebih sederhana dibandingkan PKP.
  2. Fokus pada pengembangan bisnis. Dengan administrasi pajak yang lebih ringan, pemilik usaha dapat lebih fokus pada pengembangan produk, layanan, dan pemasaran.
  3. Potensi harga jual yang lebih kompetitif, karena tidak memungut PPN, Non PKP berpotensi menawarkan harga jual yang lebih rendah.

Kekurangan Non PKP:

  1. Keterbatasan pasar. Non PKP mungkin kesulitan bekerja sama dengan perusahaan besar yang memerlukan faktur pajak.
  2. Citra bisnis yang kurang profesional di mata beberapa pelanggan. Beberapa pelanggan, terutama perusahaan besar, mungkin kurang tertarik bekerja sama dengan Non PKP.
  3. Tidak dapat mengkreditkan pajak masukan. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar saat pembelian menjadi bagian dari biaya produksi atau operasional.

Baca juga: Hukum Paten dan Merek dalam Bisnis: Melindungi Identitas Brand Anda

Dampak status PKP/non PKP terhadap pelaku usaha

Status PKP atau Non PKP memiliki dampak signifikan terhadap berbagai aspek bisnis:

  1. Keuangan. PKP perlu mengelola arus kas terkait PPN, sementara Non PKP tidak. Namun, PKP memiliki potensi penghematan pajak melalui pengkreditan Pajak Masukan.
  2. Operasional. PKP memiliki beban administrasi yang lebih besar terkait penerbitan faktur pajak dan pelaporan PPN.
  3. Pemasaran dan penjualan. Status PKP dapat membuka peluang pasar yang lebih luas, terutama untuk transaksi dengan perusahaan lain yang juga PKP.
  4. Kepatuhan hukum. PKP wajib mematuhi peraturan perpajakan terkait PPN, sementara Non PKP fokus pada kewajiban pajak lainnya.

Baca juga: Pentingnya Due Diligence dalam Bisnis: Menghindari Risiko

Cara mengajukan PKP di Indonesia

Cara mengajukan PKP di Indonesia
Cara mengajukan PKP di Indonesia (Sumber: Shutterstock)

Jika bisnis Sobat telah memenuhi persyaratan peredaran bruto atau Sobat  ingin menjadi PKP atas pilihan sendiri, berikut adalah langkah-langkah umum untuk mengajukan pengukuhan PKP di Indonesia:

  1. Persiapkan dokumen persyaratan. Beberapa dokumen yang biasanya dibutuhkan antara lain:
  • Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor pemilik/pengurus badan usaha.
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan usaha dan pemilik/pengurus.
  • Akta pendirian atau dokumen legalitas usaha lainnya.
  • Surat keterangan domisili usaha.
  • Nomor Induk Berusaha (NIB).
  • Laporan omzet tahunan.
  1. Kunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar. Ajukan permohonan pengukuhan PKP ke KPP tempat badan usaha Sobat terdaftar.
  2. Isi formulir pengukuhan PKP. Sobat akan diminta untuk mengisi formulir permohonan pengukuhan PKP.
  3. Serahkan dokumen persyaratan. Lampirkan dokumen-dokumen yang telah dipersiapkan bersama dengan formulir permohonan.
  4. Proses verifikasi. Petugas pajak akan melakukan verifikasi terhadap dokumen dan mungkin melakukan survei ke lokasi usaha Sobat.
  5. Penerbitan Surat Pengukuhan PKP. Jika permohonan disetujui, Sobat akan menerima Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP).

Perlu diketahui pula bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (“PMK No. 81 Tahun 2024”), sekarang pengusaha dapat mengajukan status PKP secara online melalui aplikasi Coretax. Hal ini memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memenuhi persyaratan pajak tanpa hambatan lokasi.

Memahami perbedaan antara PKP adalah dan Non PKP sangat penting bagi setiap pelaku usaha di Indonesia. Keputusan untuk menjadi PKP atau tetap menjadi Non PKP harus dipertimbangkan dengan matang berdasarkan kondisi keuangan, target pasar, dan kemampuan administrasi bisnis Sobat. Dengan memahami kewajiban dan dampak dari masing-masing status, Sobat dapat mengambil langkah yang tepat untuk kemajuan bisnis Sobat.

Baca juga: Pahami Apa Itu Subrogasi dan Dasar Hukumnya

Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Bisnis, Perqara telah menangani puluhan kasus setiap bulannya. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi hukum online di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Pengertian, Fungsi, dan Contoh Non-Disclosure Agreemet

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar hukum

  1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.