Terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi keamanan nasional dan perdamaian global. Di Indonesia, berbagai peristiwa pengeboman hingga penyebaran paham radikal menunjukkan bahwa aksi teror tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami apa yang dimaksud dengan tindak pidana terorisme, bagaimana jenis-jenisnya diklasifikasikan, serta sanksi hukum apa yang menanti para pelakunya. Artikel ini akan membahas secara ringkas dan jelas dasar hukum, bentuk-bentuk tindakan teror, serta bagaimana negara menanggulanginya.
Baca juga: Tindak Pidana Pemalsuan Data: Jenis, Dasar Hukum, dan Sanksi yang Berlaku
Pengertian tindak pidana terorisme
Secara umum, tindak pidana terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang ditujukan terhadap orang atau kelompok orang, atau merusak fasilitas publik dengan tujuan ideologis, politik, atau keamanan.
Terorisme memiliki karakteristik yaitu merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan untuk menghancurkan atau mengacaukan kedaulatan bangsa dan negara. Artinya, terorisme bukan hanya sekedar kejahatan biasa melainkan juga memiliki tujuan ideologis atau politis dan dilakukan dengan cara kekerasan yang membuat masyarakat merasa takut atau panik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memberikan definisi yang lebih rinci mengenai tindak pidana terorisme, mencakup berbagai tindakan persiapan, percobaan, pembantuan, hingga pelaksanaan aksi teror itu sendiri.
Baca juga: Tindak Pidana Pencabulan: Pengertian, Jenis, dan Saksinya di Indonesia
Jenis-jenis tindak pidana terorisme


Tindak pidana terorisme terbagi menjadi beberapa kategori, yakni sebagai berikut:
- Berdasarkan tujuan atau motif, dikelompokkan menurut alasan utama pelaku melakukan aksi teror.
- Terorisme Ideologis, dilakukan atas dasar keyakinan ideologis. Biasanya keagamaan, radikal, ekstrimis, dll. Contohnya adalah aksi teroris yang dilakukan oleh kelompok jihad.
- Terorisme Politis, bertujuan untuk mengganggu stabilitas negara, atau memisahkan wilayah. Contohnya serangan oleh kelompok separatis atau pemberontak.
- Terorisme ekonomis, bertujuan untuk mengganggu kestabilan ekonomi atau melakukan pemerasan. Contohnya serangan terhadap fasilitas ekonomi yang vital seperti pabrik atau pelabuhan.
- Berdasarkan metode atau sarana, mengacu pada cara atau alat yang digunakan pelaku dalam melakukan aksinya.
- Terorisme Fisik, yakni melibatkan kekerasan secara langsung seperti pemboman, penembakan, dan pembakaran. Contohnya adalah tragedi Bom Bali.
- Terorisme Siber (Cyber Terrorism), yakni dilakukan melalui internet atau sistem elektronik untuk menyerang infrastruktur digital atau menyebar paham teror.
- Bioterorisme, yaitu menggunakan agen biologis seperti virus, racun, penyakit, dengan tujuan untuk menciptakan ketakutan.
- Berdasarkan subjek pelaku, yaitu melihat siapa yang melakukan tindakan tersebut, antara individu atau kelompok.
- Terorisme Individual (Lone Wolf), yakni dilakukan oleh satu orang tanpa dukungan langsung dari kelompok. Contohnya adalah serangan yang dilakukan oleh pelaku radikalisasi mandiri.
- Terorisme Kolektif, yakni dilakukan oleh kelompok terorganisir, bisa nasionall atau internasional. Contohnya seperti Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan ISIS.
- Berdasarkan lingkup wilayah, merupakan klasifikasi berdasarkan cakupan serangan.
- Terorisme Domestik, yakni terjadi dan ditujukan di dalam negeri.
- Terorisme Internasional, yakni melibatkan lintas negara baik dari pelaku, korban, atau lokasi serangan.
Baca juga: Apa Kasus yang Bisa Dihukum Penjara Seumur Hidup?
Dasar hukum tindak pidana terorisme di Indonesia
Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam memberantas tindak pidana terorisme. Beberapa peraturan perundang-undangan utama yang mengatur hal ini adalah:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme: Undang-undang ini merupakan payung hukum utama yang secara komprehensif mengatur berbagai aspek terkait terorisme, mulai dari definisi, jenis-jenis tindak pidana, sanksi hukum, hingga mekanisme pencegahan dan penanggulangan.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Beberapa pasal dalam KUHP juga dapat diterapkan dalam kasus terorisme, terutama yang berkaitan dengan tindak pidana umum seperti pembunuhan, penganiayaan berat, dan perusakan.
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (telah dicabut dan digantikan oleh UU No. 15 Tahun 2003): Meskipun telah dicabut, Perppu ini menjadi dasar hukum penting di awal upaya pemberantasan terorisme di Indonesia pasca tragedi Bom Bali.
- Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme: Pendanaan Terorisme merupakan segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, ataupun meminjamkan dana, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.
Baca juga: Perbedaan Putusan Bebas dan Lepas dalam Hukum Pidana
Sanksi pidana untuk pelaku terorisme
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 mengatur secara tegas mengenai sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana terorisme. Sanksi yang diberikan sangat berat, mencerminkan betapa berbahayanya kejahatan ini bagi keamanan negara dan kemanusiaan. Beberapa sanksi pidana yang dapat dikenakan antara lain:
- Pidana Penjara: Hukuman penjara yang bervariasi, mulai dari beberapa tahun hingga hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati untuk pelaku tindak pidana terorisme tertentu yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain secara massal.
- Pidana Denda: Selain pidana penjara, pelaku juga dapat dikenakan pidana denda dengan jumlah yang signifikan. Hal ini juga berlaku bagi yang ikut mendanai tindak pidana terorisme.
- Pencabutan Hak Tertentu: Pengadilan juga dapat mencabut hak-hak tertentu dari pelaku, seperti hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum.
- Pidana Tambahan: Berupa perampasan barang-barang yang digunakan dalam tindak pidana terorisme atau hasil dari tindak pidana tersebut.
Undang-undang ini juga mengatur sanksi bagi pihak-pihak yang terlibat dalam persiapan, percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme. Bahkan, orang yang menyembunyikan informasi terkait terorisme juga dapat dikenakan sanksi hukum.
Baca juga: Keadilan Restoratif dalam Hukum Pidana: Pengertian, Dasar Hukum, dan Contoh Kasus
Upaya penanggulangan dan pencegahan terorisme


Pencegahan tindak pidana terorisme bukan hanya tugas aparat keamanan, tapi juga melibatkan peran aktif masyarakat, lembaga negara, swasta, dan sektor pendidikan. Berikut merupakan upaya penanggulangan dan pencegahan terorisme.
- Pencegahan
- Kontra Radikalisasi, merupakan upaya untuk menangkal penyebaran paham radikal yang mengarah pada terorisme. Upaya ini dilakukan melalui pendidikan moderasi beragama, literasi digital untuk masyarakat, dan pelibatan tokoh agama serta Lembaga pendidikan. Contohnya adalah penyuluhan dan dialog kebangsaan.
- Deradikalisasi, merupakan program rehabilitasi bagi narapidana maupun mantan narapidana terorisme, serta orang atau kelompok yang terpapar radikalisme. Bentuk programnya adalah bimbingan sosial dan psikologis, re-edukasi ideologi dan agama, pelatihan keterampilan dan reintegrasi sosial.
- Pelibatan masyarakat, karena masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk melaporkan aktivitas mencurigakan, waspada, dan mendukung korban tindak pidana terorisme. Hal ini dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan forum kewaspadaan dini masyarakat (FKDM) dan satgas masyarakat di lingkungan RT/RW.
- Penindakan
Merupakan tindakan hukum untuk menangani pelaku terorisme secara langsung. Penindakan ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip hak asasi manusia (HAM) dan akuntabilitas sesuai hukum nasional dan internasional.
- Kerja sama nasional dan internasional
- Kerja sama nasional, yaitu koordinasi antar lembaga negara (BNPT, TNI/Polri, BIN, Imigrasi, dll.) dan terintegrasi dalam rencana aksi nasional pencegahan ekstrimisme (RAN PE).
- Kerjasama internasional, yaitu seperti pertukaran informasi intelijen dan data forensik, ekstradisi dan mutual legal assistance (MLA), dan partisipasi aktif dalam forum internasional (PBB, ASEAN, dll.).
- Pencegahan pendanaan terorisme
- Pelacakan dan pembekuan aset yang dilakukan oleh pihak yang berwenang.
- Keterlibatan lembaga keuangan, seperti halnya kewajiban pelaporan transaksi mencurigakan dan pencegahan penggunaan rekening atas nama fiktif.
- Pendidikan dan literasi anti-terorisme
Melalui kurikulum sekolah, kegiatan kampus, dan pelatihan masyarakat, seperti:
- Pembelajaran nilai Pancasila, toleransi, dan kebhinekaan.
- Pencegahan radikalisasi digital di media sosial.
Baca juga: Mekanisme Pemantauan Pelanggaran HAM
Perqara telah melayani lebih dari 27.700 konsultasi hukum
Untuk permasalahan hukum terkait Pidana, Perqara telah menangani lebih dari 11.00 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.
Konsultasi hukum online di Perqara
Apabila Sobat Perqara memiliki permasalahan hukum terkait permasalahan ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Download aplikasi Perqara sekarang dan dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: HAM dalam Situasi Darurat: Batasan, Tantangan, dan Perlindungan Hukum
(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)
Dasar hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
- Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang yang diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003.
- Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (telah dicabut dan digantikan oleh UU No. 15 Tahun 2003).
Referensi
- Iqbal Ainurridho, dkk., “Upaya Pencegahan Tindak Pidana Terorisme Melalui Deradikalisasi Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Ditinjau Dari UU No. 5 Tahun 2018”, Jurnal IKAMAKUM, Vol. 3, No. 1, (2023): hlm. 201-213.
- Miski, “Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif”, Al-Mazaahib; Jurnal Perbandingan Hukum, Vol. 9, No. 1, (2021): hlm. 83-109.
- Rachmayanthy, “Tindak Pidana Terorisme Dari Perspektif Hukum Pidana Internasional”, Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, Vol. 3, No. 1, (2016): hlm. 76-82.