Sebelum memutuskan untuk membeli properti, ada baiknya jika Sobat Perqara mengenal berbagai jenis kepemilikan tanah. Legalitas kepemilikan tanah sangatlah penting sebagai bukti bahwa tanah tersebut adalah benar punya sang pemilik. Sehingga ia bisa mendapatkan perlindungan hukum ketika sengketa terjadi. Apa saja jenis kepemilikan hak atas tanah yang ada di Indonesia? Siapa saja yang bisa memilikinya? Yuk simak penjelasannya berikut.

Hak Milik 

Sertifikat hak milik atau yang biasa disebut sebagai SHM adalah hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) menegaskan bahwa hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Sertifikat ini hanya bisa dimiliki oleh warga negara Indonesia dan badan hukum yang telah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai hak Milik Atas Tanah, yakni:

  1. Bank-bank yang didirikan oleh negara;
  2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958;
  3. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
  4. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial. 

Orang asing yang memiliki hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan harus melepaskan hak ini dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut. Begitu juga bagi warga negara Indonesia yang telah kehilangan kewarganegaraanya.

Hak milik dapat dipindahtangankan melalui jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan lainnya yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik. Selain itu, juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Jika pemindahan hak milik diberikan kepada orang asing, badan hukum, atau warga negara Indonesia yang telah kehilangan kewarganegaraannya, pemindahan ini akan batal karena hukum dan tanah yang dipindahkan akan jatuh ke negara.

Hak milik akan dihapus atau musnah bila tanahnya jatuh kepada negara dengan alasan berikut:

  • Pencabutan hak.
  • Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya.
  • Ditelantarkan.
  • Diberikan kepada warga negara asing.
  • Diberikan kepada warga negara Indonesia yang juga mempunyai kewarganegaraan asing.
  • Diberikan kepada badan hukum yang tidak sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku.
  • Tanahnya musnah.

Hak Guna Usaha 

Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Pemilik hak guna usaha adalah warga negara Indonesia dan/ atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Sama dengan hak milik, hak guna usaha juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Hak guna usaha terjadi karena adanya penetapan Pemerintah. Untuk waktu penggunaan hak guna usaha, diberikan paling lama 25 tahun, namun jika perusahaan membutuhkan waktu lebih lama, maka dapat diberikan hak guna usaha paling lama 35 tahun. Tentunya, dapat diperpanjang dengan adanya permintaan pemegang hak dan keadaan perusahaannya yakni paling lama 25 tahun. 

Berdasarkan Pasal 34 UUPA, hak guna usaha dapat dihapus karena:

  1. Jangka waktunya berakhir;
  2. Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena suatu syarat yang tidak dipenuhi;
  3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
  4. Dicabut untuk kepentingan umum;
  5. Ditelantarkan;
  6. Tanahnya musnah;
  7. Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha tidak lagi memenuhi syarat-syarat. Untuk itu, dalam jangka waktu satu tahun pengguna wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

Hak Guna Bangunan

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Meskipun begitu, hak guna bangunan dapat diperpanjang waktu paling lama 20 tahun dengan adanya permintaan pemegang hak dan keperluan serta keadan bangunan-bangunannya. 

Berdasarkan Pasal 40 UUPA, hak guna bangunan dapat dihapus karena:

  1. Jangka waktu berakhir;
  2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
  3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
  4. Dicabut untuk kepentingan umum;
  5. Ditelantarkan;
  6. Tanahnya musnah;
  7. Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan tidak lagi memenuhi syarat-syarat, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

Hak Pakai 

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/ atau memungut hasil dari :

  1. Tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban memberikannya atau 
  2. Perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang.

Ketentuan yang dapat memiliki hak pakai yakni:

  1. Warga negara Indonesia;
  2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
  3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
  4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 

Pengalihan hak pakai kepada pihak lain hanya dapat dilakukan oleh:

  1. Izin pejabat berwenang bilamana tanah yang dikuasai langsung oleh negara; atau
  2. Dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Merujuk pada UUPA, sebenarnya tidak ada pengaturan mengenai Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (“HMSRS”). Namun, HMSRS ini telah diatur secara signifikan dan terpisah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hakikatnya, HMSRS adalah hak kepemilikan atas sarusun (satuan rumah susun) diatas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai diatas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai diatas tanah hak pengelolaan. Dalam hal ini, maka kepemilikan sarusun bersifat perseorangan dan terpisah. 

Kepemilikan atas rumah susun dapat diberikan kepada:

  1. Warga negara Indonesia;
  2. Badan hukum Indonesia;
  3. Warga negara asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan perundang-undangan;
  4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; atau
  5. Perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.

Untuk HMSRS, dapat beralih atau dialihkan dan dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan. Lebih lanjut, penjelasan pada kepemilikan atas rumah susun, khususnya mengenai WNA, hanya dapat diberikan di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas, pelabuhan bebas, kawasan industri, dan kawasan ekonomi lainnya.

Tanah Girik

Secara sederhana, tanah girik adalah kepemilikan lahan yang statusnya berbentuk surat hak penguasaan bukan berbentuk sertifikat tanah resmi yang dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional). Tanah ini diberikan secara turun menurun, warisan atau milik adat, tetapi juga dapat diperoleh melalui proses jual beli. Namun, UUPA tidak mengenal dan mengatur tanah girik, sehingga surat hak penguasaan terhadap tanah girik tidak memiliki kekuatan hukum tetap, terlebih tergolong sebagai bukti yang rendah. 

Perqara Telah Melayani Lebih dari 5.500 Konsultasi Hukum

Untuk permasalahan hukum terkait Pertanahan, Perqara telah menangani lebih dari 250 kasus. Ada ratusan mitra Advokat Perqara dengan keahlian khusus di masing-masing bidangnya seperti ketenagakerjaan, perkawinan dan perceraian, pertanahan, dan masih banyak lagi. Sehingga, klien dapat konsultasi tentang masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Konsultasi Hukum Gratis di Perqara

Apabila Sobat Perqara memiliki pertanyaan atau permasalahan hukum terkait hal ini, Sobat dapat mengobrol langsung dengan advokat profesional secara gratis hanya di Perqara. Dapatkan konsultasi hukum gratis untuk mendapatkan solusi hukum tepat kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Fungsi Notaris dan PPAT Dalam Proses Jual Beli Tanah

(Artikel ini telah disunting oleh Tim Redaksi Perqara)

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria.
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Referensi

  1. Laksono,  Muhdany Yusuf. “Penting Diketahui, Status Tanah Girik dalam Hak Atas Tanah”, kompas, November 6, 2021. Diakses pada 15 September 2022, https://www.kompas.com/properti/read/2021/11/06/171743321/penting-diketahui-status-tanah-girik-dalam-hak-atas-tanah#